KISAH NABI AYYUB
Genealogi
Ayyub adalah putra dari Aish
(Eswa) bin Ishaq bin Ibrahim. Sebagaimana disebutkan dalam kisah Yaqub,
Aish adalah saudara kembar Yaqub, jadi Ayyub masih keponakan Yaqub dan
sepupu Yusuf. Dalam situs web Tayibah.com dijabarkan bahwa silsilah Ayyub adalah sebagai berikut, Ayyub bin Amus bin Tawih bin Rum bin Ais (Eswa) bin Ishaq bin Ibrahim.
Sumber lain mengatakan bahwa silsilah Ayyub adalah sebagai berikut, Ayyub bin Amwas bin Zarih dari keturunanIbrahim.
Riwayat
Ayyub adalah salah seorang manusia pilihan dari sejumlah manusia
pilihan yang mulia. Allah telah menceritakan dalam kitab-Nya dan
memujinya dengan berbagai sifat yang terpuji secara umum dan sifat sabar
atas ujian secara khusus. Allah telah mengujinya dengan anaknya,
keluarganya dan hartanya, kemudian dengan tubuhnya. Allah telah
mengujinya dengan ujian yang tidak pernah ditimpakan kepada siapa pun,
tetapi ia tetap sabar dalam menunaikan perintah Allah dan terus-menerus
bertaubat kepada-Nya.
Setelah Nabi Ayub menderita penyakit kronis
dalam jangka waktu yang cukup lama, di mana sahabat dan
keluarganyatelah melupakannya, maka ia menyeru Rabbnya,
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
Ceritakan juga, wahai Muhammad, kisah Ayyûb. Tatkala menderita sakit,
ia berdoa kepada Tuhannya seraya berkata, "Ya Tuhanku, aku terserang
penyakit yang membahayakan, dan Engkau adalah Zat Yang Paling Pengasih."
(Al-Anbiya’: 83).
Dikatakan kepadanya,
ارْكُضْ بِرِجْلِكَ ۖهَـٰذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ
Kemudian Kami penuhi permintaannya dan Kami serukan kepadanya,
"Hentakkanlah kedua kakimu di tanah, niscaya akan keluar air yang sejuk
untuk kamu pakai mandi dan minum sehingga kepayahan dan rasa sakitmu
hilang." (Shod: 42).
Nabi Ayyub AS menghantamkan kakinya, maka
memancarlah mata air yang dingin karena hantaman kakinya tersebut.
Dikatakan kepadanya, "Minumlah darinya serta mandilah." Nabi Ayyub AS
melakukannya, maka Allah Ta’ala menghilangkan penyakit yang menimpa
bathinnya dan lahirnya.
Kemudian Allah mengembalikan kepadanya;
keluarganya, hartanya, sejumlah ni’mat serta kebaikan yang dikaruniakan
kepadanya dalam jumlah yang banyak. Dengan kesabarannya itu maka ia
merupakan suri teladan bagi orang-orang yang sabar, penghibur bagi
orang-orang yang mendapat ujian atau ditimpa musibah serta pelajaran
berharga bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran.*
Ketika
Ayyub sakit, maka ia menemukan kepingan uang milik istrinya yang
diperoleh dari hasil pekerjaannya melakukan sesuatu, sehingga ia
bersumpah akan mencambuknya seratus kali cambukan. Kemudian Allah
meringankannya dari Nabi Ayyub dan istrinya, seraya dikatakan kepadanya:
وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَاضْرِب بِّهِ وَلَا تَحْنَثْ ۗ إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا ۚ نِّعْمَ الْعَبْدُ ۖ إِنَّهُ أَوَّابٌ
Ayyûb pernah bersumpah akan memukul salah seorang anggota keluarganya
dengan beberapa kayu. Lalu Allah membebaskan sumpahnya dengan cara
memerintahkannya mengambil seikat kayu sebanyak yang disumpahnya, untuk
dipukulkan kepadanya. Ia pun memukulnya dengan seikat kayu tadi. Dengan
begitu dia melaksanakan sumpahnya dengan penderitaan yang lebih sedikit.
Sesungguhnya Allah telah memberikan karunia-Nya berupa nikmat tersebut
karena Ayyûb sabar atas cobaan sehingga pantas menerima pujian itu. Maka
ia adalah sebaik-baik hamba, karena selalu kembali kepada Allah dalam
segala permasalahan. (Shod: 44).
Dalam ayat di atas terdapat
dalil bahwa kifarat sumpah tidak disyari’atkan kepada seseorang sebelum
syari’at kita, serta kedudukan sumpah di hadapan mereka adalah sama
dengan nazdar, yang mesti dipenuhi.
Juga dalam ayat tersebut
terdapat dalil, bahwa bagi orang yang tidak mungkin dilaksanakan hukuman
had atasnya karena kondisinya yang lemah atau alasan lainnya, hendaklah
diberlakukan kepadanya hukuman yang disebut dengan hukuman tersebut,
karena tujuan dari pemberlakuan hukuman itu ialah pemberian rasa jera,
bukan perusakkan atau penghancuran.
Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Anas bin Malik dari Nabi Muhammad, dia bersabda,
“Sesungguhnya Nabi Allah Ayub AS diuji dengan musibah tersebut selama
delapan belas tahun, di mana keluarga dekat serta keluarga yang jauh
telah menolaknya dan mengusirnya kecuali dua orang laki-laki dari
saudara-saudaranya, di mana keduanya telah memberinya makan dan
mengunjunginya. Kemudian pada suatu hari salah seorang dari kedua
saudaranya itu berkata kepada saudaranya yang satu, ‘Demi Allah, perlu
diketahui, bahwa Ayub telah melakukan suatu dosa yang belum pernah
dilakukan siapa pun di dunia ini.’ Sahabatnya itu bertanya, ‘Dosa apakah
itu?.’ Saudaranya tadi berkata, ‘Selama delapan belas tahun Allah tidak
merahmatinya, sehingga menyembuhkannya dari penyakit yang dideritanya.’
Ketika keduanya mengunjungi Ayyub AS maka salah seorang dari kedua
saudaranya itu tidak dapat menahan kesabarannya, sehingga ia
menyampaikan pembicaraan tersebut kepadanya. Ayyub AS menjawab, ‘Aku
tidak mengetahui apa yang kamu berdua bicarakan, kecuali Allah Ta’ala
telah memberitahukan; bahwa aku diperintah untuk mendatangi dua orang
laki-laki yang berselisih supaya keduanya mengingat Allah. Sedang aku
akan kembali ke rumahku dan menutup diri dari keduanya, karena merasa
benci mengingat Allah, kecuali dalam kebanaran.’”
Nabi Muhammad
bersabda, “Ketika Ayyub AS pergi menunaikan hajatnya maka istrinya
memegang tangannya hingga selesai. Suatu hari istrinya datang terlambat
dan Ayyub AS menerima wahyu, ‘Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk
untuk mandi dan minum.’ (Shad: 42) Ketika istrinya datang dan bermaksud
menemuinya, maka ia melayangkan pandangannya dalam keadaan tertegun,
dan Ayyub AS menyambutnya dalam rupa di mana Allah telah menyembuhkan
penyakit yang dideritanya, dan rupanya sangat tampan seperti semula.
Ketika istrinya melihatnya, seraya bertanya, ‘Semoga Allah memberkatimu,
apakah engkau melihat nabi Allah yang sedang diuji? Demi Allah, bahwa
aku melihatnya mirip denganmu saat ia sehat.’ Ayyub AS menjawab,
‘Sesungguhnya aku ini adalah dia.’ Ketika itu di hadapannya terdapat dua
buah gundukan yaitu gundukan gandum dan jewawut. Kemudian Allah
mengirim dua buah awan, di mana ketika salah satunya menaungi gundukan
gandum, maka tercurah padanya emas hingga penuh, sedangkan pada gundukan
jewawut tercurah mata uang hingga penuh.” (HR. Abu Ya’la, 3617, yang
dishahihkan al-Hakim (2/581-582) dan Ibnu Hibban (2091) serta al-Albani
dalam kitab Shahîh-nya no. 17).
Post a Comment