KISAH NABI NUH
Genealogi
Dalam periwayatan agama Islam,
nabi Nuh merupakan nabi ketiga sesudahAdam, dan Idris. Ia termasuk dalam
generasi kesepuluh umat manusia atau keturunan kesembilan dari Adam
melalui nabi Syits. Bapak nabi Nuh bernama Lamik bin Mutawasylah bin
Idris bin Yarid bin Mahlail bin Qainan bin Ainusyi bin Syits bin Adam.
Dakwah
Sebelum mendapat tugas kerasulan, nabi Nuh merupakan seorang yang
tekun, gemar bersyukur, dan beriman kepada Allah. Sementara itu,
sebagian besar umat manusia di zamannya merupakan orang-orang kafir yang
menganggap kedudukan sang nabi tidak lebih terhormat dibanding diri
mereka. Kaum kafir tersebut tidak mau memandang nabi Nuh sebagai sosok
nabi oleh sebab mereka mempunyai lebih banyak harta maupun anak-anak,
Menghadapi tantangan semacam ini, nabi Nuh tetap bertekun menyampaikan
risalah Allah supaya kaumnya beriman kepada Allah serta supaya kaumnya
meninggalkan penyembahan dewa-dewa, selain itu nabi Nuh memperingatkan
adanya ancaman dari Allah bahwa akan ada malapetaka dahsyat apabila kaum
tersebut tidak mau meninggalkan kebiasaan keji yang diwarisi dari para
leluhur.
Kaum yang dihadapi nabi Nuh merupakan salah satu
generasi manusia yang diberi umur panjang serta dilimpahi kemakmuran
juga dianugerahi perawakan tubuh yang jauh lebih perkasa daripada
generasi manusia pada zaman sekarang. Kemakmuran duniawi di generasi
nabi Nuh menimbulkan sikap angkuh serta sikap sewenang-wenang memandang
diri sebagai golongan terkuat dan berkuasa, yang kemudian berujung pada
keengganan serta kecongkakan untuk mengakui Tuhan sebagai Yang Maha
Kuasa maupun Yang lebih berwenang atas hidup mereka. Allah menyebut kaum
Nuh sebagai kaum paling rusak di muka bumi.
Nabi Nuh sangat
bertekun untuk mendakwahkan risalah Allah ke berbagai tempat di muka
bumi. Baik siang dan malam, nabi Nuh berkeliling sambil berdakwah kepada
agar kaumnya bersedia menuruti ajaran Allah yang disampaikan melalui
dirinya. Tetapi kaum itu tidak menerima risalah-risalah tersebut, bahkan
kaum itu menuduh nabi Nuh sebagai seorang pendusta. Hal ini membuat
sang nabi berupaya dengan cara sembunyi-sembunyi untuk mengajak banyak
orang menuruti risalah Allah. Walaupun demikian, kaum Nuh justru menuduh
ia merasa iri terhadap kemewahan dan kekayaan mereka sehingga nabi Nuh
dianggap membutuhkan harta benda mereka; akan tetapi nabi Nuh menegaskan
bahwa ia sama sekali tidak menghendaki uang mereka sebagai upah sebab
upahnya berasal dari Allah. Kaum kafir itu tetap berkeras melakukan
tindakan keji, meski ada nabi yang berdakwah di tengah-tengah mereka.
Penolakan kaum Nuh
Perjuangan Nuh dalam menyampaikan risalah-risalah tidak disambut oleh
kaumnya, akibat kaum itu hanya memperhitungkan derajat nabi namun tidak
sedikitpun mau memperhatikan risalah-risalahnya. Kaum itu menilai nabi
Nuh sebagai seorang yang menyimpang terhadap tradisi leluhur sehingga
mereka menyebut ia sebagai orang sesat. Nabi Nuh membantah hal ini
dengan pernyataan bahwa Allah yang telah mengutus ia sebagai seorang
rasul supaya menyampaikan amanat-amanatNya sebagai nasihat-nasihat untuk
mereka, bahwa nabi Nuh mengetahui ajaran Allah yang tidak diketahui
oleh kaumnya. Akan tetapi, kaum Nuh merasa ragu dan heran bahwa ada
seorang pemberi peringatan tentang ajaran Allah dari kalangan mereka
sendiri, oleh sebab mereka telah menganggap sosok nabi Nuh setara dengan
manusia biasa. Kaum itu mempertanyakan pula mengapakah bukan sesosok
malaikat, melainkan seorang manusia yang Allah utus kepada umat manusia;
orang-orang kafir menganggap nabi Nuh hanya sebagai orang biasa yang
hendak menduduki kedudukan paling dihormati dalam masyarakat, lalu
mereka enggan mengakui kenabiannya bahkan menuduh Nuh membuat-buat
risalahnya. Sewaktu mendengar tuduhan bahwa ajarannya adalah hasil
karangan, Nuh menyatakan apabila ia yang mengarang sendiri
risalah-risalah tersebut; tentulah ia akan membiarkan kaumnya berbuat
sesuka hati dan ia takkan berupaya keras sampai siang dan malam untuk
mengajak mereka ke Jalan yang dikehendaki Allah.
Sekalipun telah
menegaskan bahwa ia adalah orang yang diperintah oleh Allah, kaum Nuh
mencari dalih untuk menentang risalah-risalah tersebut. Kaum itu menilai
para pengikut nabi Nuh merupakan orang-orang bodoh yang didoktrin oleh
ajakan Nuh, serta menuduh para pengikut sang nabi merupakan orang-orang
lemah, miskin dan bukan dari kalangan terpandang di kaumnya. Golongan
kaya raya di kaum Nuh menuduh bahwa tiada seorangpun yang mengikuti
ajaran Nuh selain orang-orang tak berwibawa yang lekas terbujuk. Nabi
Nuh membela para pengikutnya dengan menyatakan bahwa Allah tidak
memandang kedudukan manusia, sebab Allah sendiri yang menentukan kadar
karunia untuk seluruh manusia. Nabi Nuh tidak mengetahui mengapa para
pengikutnya bukan berasal dari kalangan kaya ataupun kalangan terhormat,
sebab hal ini merupakan perkara ghaib yang berada pada sisi Allah. Oleh
karena merasa tidak sederajat dalam hal kedudukan duniawi, kaum Nuh
menuntut sang nabi supaya mengusir orang-orang rendahan dari kalangan
pengikutnya.Hal ini ditolak oleh Nuh sebab orang-orang tersebut bersedia
ikut kepada dirinya karena memiliki keimanan kepada ajaran yang berasal
dari Allah, sedangkan tindakan mengusir orang-orang yang beriman
merupakan tindakan berdosa yang bertentangan dengan kewajiban seorang
nabi, yakni mengabarkan risalah serta mengajak siapapun supaya menerima
seruan Allah.
Risalah yang disampaikan nabi Nuh tidak lain
merupakan Kehendak Allah sebagai bukti rahmat Allah, Yang Maha Pengasih
untuk umat manusia; supaya umat manusia tidak ditimpa Malapetaka
melainkan diselamatkan apabila bersedia untuk berserah diri kepada
Kehendak Allah, sehingga Allah melindungi segala yang berserah dalam
kuasa KehendakNya. Sebaliknya, jika manusia tersebut mengabaikan,
meremehkan, bahkan sewenang-wenang melawan Kehendak Allah; maka Yang
Maha Kuasa berhak menyingkirkan ataupun melenyapkan makhluk yang tidak
pantas hidup di langit maupunbumiNya. Sikap penolakan kaum Nuh serupa
keadaan Iblis yang diusir dari surga akibat Iblis secara terang-terangan
berani melawan Kehendak Allah sewaktu Iblis diperintah bersujud
terhadap Adam.
Nabi Nuh berjuang keras mengajak kaumnya bertobat
serta beriman kepada Allah supaya Allah mengampuni dosa-dosa mereka,
melimpahkan rahmat dan menghindarkan mereka menghadapi Malapetaka
dahsyat. Namun orang-orang kafir tersebut mempertanyakan bahwa
ajaran-ajaran yang disampaikan nabi Nuh tidak pernah ada dari leluhur
mereka, sehingga mereka menuduh ajaran Nuh adalah sesat. Kaum Nuh
menantangnya untuk seketika mendatangkan azab yang telah ia sebut-sebut;
nabi Nuh menjawab bahwa Allah yang berhak menimpakan azab, bukan
dirinya; sebab seorang nabi diperintah menyampaikan risalah beserta
peringatan. Kegigihan nabi Nuh dalam berdakwah tidak berhenti meski
telah didustakan berulang-ulang. Bahkan Nuh dituduh sebagai orang gila
yang pergi kesana-kemari untuk mengajak orang lain turut menjadi gila.
Kemudian kaumnya menyerukan ancaman rajam apabila ia tidak mau
menghentikan dakwah tersebut. Nabi Nuh tidak lekas takut terhadap
ancaman ini, dengan berbalik menantang mereka melaksanakan ancaman itu
terhadap dirinya. Pada akhirnya kaumnya memutuskan berpaling terhadap
nabi Nuh.
Selama bertahun-tahun berdakwah di berbagai tempat
untuk mengabarkan berbagai risalah, nabi Nuh mendapati sebagian besar
umat manusia pada zaman itu merupakan orang-orang yang berkeras diri
dalam kekafiran. Mereka berusaha lari menghindar walaupun Nuh tetap
mengejar sambil menyampaikan berbagai risalah, tatkala orang-orang itu
telah mengingkar dan muak, mereka menutup kedua telinga dengan ujung
jari agar tidak mendengar ajakan Nuh. Orang-orang kafir tersebut lebih
memilih mempercayai ajaran dari kalangan terpandang menurut mereka
daripada mempercayai risalah Allah melalui seorang nabi. Berbagai
penentangan ini membuktikan keangkuhan serta keengganan kaum Nuh untuk
merendah diri serta menerima pengajaran Allah; akibat kaum itu berlaku
angkuh dan bersikap meninggikan diri supaya tidak disebut sederajat
dengan orang-orang rendahan di mata mereka ataupun supaya tidak menjadi
bawahan Nuh, seorang yang tidak lebih terhormat menurut kaum itu. Namun
kaum Nuh secara tak sadar telah melawan Kehendak Allah, kaum itu juga
tidak menghargai kedudukan Allah yang mengirimkan risalah melalui Nuh,
bahkan kaum itu secara berani merendahkan kedudukan hamba Allah yakni
nabi Nuh, yang pada akhirnya membuktikan bahwa kaum Nuh menolak
diselamatkan oleh Allah. Penentangan ini serupa dengan Iblis sewaktu
menolak kehendak Allah supaya bersujud terhadap Adam, dengan alasan
bahwa Adam lebih rendah kedudukannya menurut Iblis.
Berbagai
penolakan kaum kafir yang sewenang-wenang menentang risalahnya membuat
nabi Nuh memikirkan cara lain, yakni berdakwah kepada generasi penerus
dari kaum kafir tersebut. Walaupun demikian, terdapat tindakan keji
diperbuat oleh generasi pada zamannya yakni mengadakan sumpah larangan
menyembah kepada selain dewa-dewa mereka; larangan ini yang diwariskan
secara turun-temurun sehingga kaum Nuh melarang seluruh keturunan mereka
untuk menyembah Allah sampai selama-lamanya. Tindakan keji ini
mengakibatkan dari generasi ke generasi pada zaman Nuh menolak mengakui
Allah, yang berakibat banyak generasi hidup sesuka hati di muka bumi
tanpa aturan dari Allah. Keadaan ini mengecewakan Allah, sebab kehidupan
di muka bumi telah rusak dan perilaku umat manusia menjadi tanpa
kendali. Kesedihan juga dirasakan pula oleh nabi Nuh, sebab hal ini
menjadikan perjuangan dakwahnya selama ini seakan berakhir sia-sia.
Pengaduan Nuh
Nabi Nuh mengalami duka cita mendalam terhadap kekafiran maupun sikap
keras kepala kaumnya yang berlangsung turun-temurun meskipun ia telah
berusaha sekuat tenaga selama bertahun-tahun untuk membimbing kaum itu
supaya bertobat dan berserah diri kepada Allah. Nabi Nuh meratapi nasib
kaumnya kemudian ia mengadu kepada Allah:
Ayat 21
قَالَ نُوحٌ رَّبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِي وَاتَّبَعُوا مَن لَّمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَوَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا
Ayat 22
وَمَكَرُوا مَكْرًا كُبَّارًا
Ayat 23
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
Ayat 24
وَقَدْ أَضَلُّوا كَثِيرًا ۖ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا ضَلَالًا
Ayat 25 م
ِّمَّا خَطِيئَاتِهِمْ أُغْرِقُوا فَأُدْخِلُوا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوا لَهُم مِّن دُونِ اللَّـهِ أَنصَارًا
Nuh berseru, "Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan
telah menuruti orang-orang yang harta maupun anak-anaknya tidak menambah
apapun melainkan kejahatan belaka, dan mereka melakukan tipu daya yang
keterlaluan. dan mereka telah berpesan, "Jangan pernah sekalipun kamu
meninggalkan (penyembahan) dewa-dewa kamu dan jangan pernah pula kamu
meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaguts, Ya'uq
dan Nasr." dan sesudahnya mereka telah menyesatkan banyak (manusia), dan
janganlah Engkau tambahkan terhadap orang-orang yang lalim itu selain
kesesatan. disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan
lalu dimasukkan ke Neraka, maka tiada penolong untuk mereka selain dari
Allah."— Nuh 71:21-25
Dalam kepedihan kalbu, nabi Nuh memohon
Allah supaya tidak meluputkan seorang pun dari generasi-generasi kafir
itu bertahan hidup di muka bumi, melainkan melenyapkan seluruh orang
kafir itu; sebab orang-orang kafir itu telah berani menantang azab Ilahi
yang diancamkan kepada mereka. bahkan generasi-generasi tersebut akan
seterusnya menjadi makhluk-makhluk yang rusak di muka bumi; sehingga
Allah Yang Maha Kuasa dapat mengganti umat tak berkenan bagiNya dengan
umat yang lebih baik. Pengaduan ini dikabulkan oleh Allah.
Bahtera Nuh
Allah memerintahkan nabi Nuh mendirikan sebuah bahtera sebagai tempat
perlindungan menghadapi air bah yang akan menenggelamkan seisi bumi
serta melenyapkan segala makhluk di muka bumi. Nabi Nuh juga
diperintahkan supaya berhenti meratapi perilaku keji kaumnya. Ketika
Nabi Nuh bersama para pengikutnya sedang mendirikan bahtera, banyak
orang dari pemimpin kaumnya yang menertawakan dan mencela: "Dahulu ia
mengaku sebagai seorang nabi, sekarang ia hanya seorang tukang kayu yang
sinting" maka nabi Nuh menjawab, "Jika sekarang kalian mencela kami,
kelak kami akan membalas celaan kalian itu sebagaimana sekarang kalian
mencela."
Setelah bahtera selesai dibangun, Allah memerintahkan
nabi Nuh menempatkan berbagai jenis hewan secara berpasang-pasang ke
dalam bahtera tersebut supaya menyelamatkan keberlangsungan hewan-hewan
tersebut di muka bumi. Selain itu, Allah memerintahkan seluruh penghuni
bahtera memuja-muji seraya berdoa kepada Allah selama berada dalam
bahtera tersebut. Orang-orang yang turut dalam bahtera, hanyalah Nuh dan
para pengikutnya yang berjumlah sedikit, namun mereka inilah para
leluhur ras manusia sebagai golongan pewaris kuasa, yang kemudian
menjadi berbangsa-bangsa di muka bumi.
Bencana banjir bah
Badai yang sangat lebat disertai luapan air dari dalam tanah selama
berhari-hari menyebabkan permukaan bumi hilang tersapu air dan
melenyapkan segala makhluk hidup terkecuali para penghuni dalam bahtera
Nuh. Air bah bahkan menutupi seluruh permukaan bumi; baik bukit maupun
pegunungan tidak luput tenggelam terhadap terjangan ombak yang menjulang
tinggi. Ketika air hampir menenggelamkan seluruh permukaan bumi, Nuh
mendapati salah satu putranya, Kan'an, sedang mencari perlindungan
terhadap air bah dengan berlindung ke sebuah puncak gunung. Kan'an sejak
semula tidak percaya terhadap ajaran sang ayah, dan Kan'an justru
memilih ikut dengan generasi-generasi pembangkang yang dibinasakan.
Didasari rasa sayang terhadap sang anak, Nuh memanggil-manggil anak itu
supaya masuk kedalam bahtera, namun anak itu justru berlari menghindar
lalu anak itu turut ditumpas bersama kaum kafir tersebut. Nabi Nuh
hendak meminta pengampunan untuk anaknya, namun Allah menegur supaya
nabi tidak melakukan hal ini.
Setelah air bah surut, Allah
menempatkan bahtera Nuh berlabuh di bukit Judi, kemudian nabi Nuh
beserta seisi makhluk hidup penghuni bahtera diselamatkan supaya
meneruskan keberlangsungan makhluk hidup di muka bumi. Allah juga
memberkahi nabi Nuh beserta keturunan dari orang-orang yang menghuni
bahtera tersebut. Allah menjadikan kejadian ini sebagai pelajaran untuk
seluruh umat manusia, sebab umat manusia mengalami hal serupa, sebagian
besar manusia memandang diri mereka dan agama mereka sendiri sebagai
kebenaran sejati, sehingga sulit menerima cara pandang dan kebenaran
menurut Allah; maka sebagian besar manusia akan berada dalam kesesatan
kemudian tenggelam dalam neraka, sementara itu hanya orang-orang
tertentu yang sanggup memandang sebagaimana cara pandang Allah sehingga
mengorbankan pandangan diri sendiri supaya berkenan untuk Allah dan
layak sebagai penghunisurga.
Setelah kejadian banjir bah, Nuh
masih hidup selama 300 tahun bahkan masih sempat mendidik nabi Ibrahim
serta mewariskan risalah Allah kepadanya.
Post a Comment