20 SIFAT ALLAH
Wujud
ﻭُﺟُﻮْﺩ
- Dalil Aqli
Adanya semesta alam yang kita lihat cukup untuk dijadikan sebagai alasan bahwa Allah itu ada, sebab tidak masuk akal seandainya ada sesuatu yang dibuat tanpa ada yang membuatnya.
- Dalil Naqli
الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا
"Allahlah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya." (QS. AS sajdah:4)
Wujud (ada) adalah sifat Nafsiyyah artinya sesungguhnya Allah itu ADA dan keberadaan Nya itu pasti tidak diragukan lagi. Sifat ini juga menegaskan di mana Allah menjadi tidak ada tanpa adanya sifat tersebut.
Wujud artinya ada dan sifat mustahilnya ‘Adam artinya tidak ada. Untuk membuktikan bahwa Allah itu ada bukan hal yang mudah, kecuali bagi orang-orang yang memiliki keimanan yang luhur. Memang kita tidak dapat melihat wujud Allah secara langsung, tetapi dengan menggunakan akal, kita dapat menyaksikan ciptaan-Nya. Dari mana alam semesta ini berasal? Pastilah ada yang menciptakannya. Tidak mungkin alam semesta ini jadi dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan.
Untuk membuktikan bahwa Allah itu ada tergantung kepada pengetahun dan cara berfikir setiap orang. Ada orang yang pengetahuan dan cara berfikirnya sederhana, dia bisa membuktikan keberadaan Allah dengan dalil yang sangat sederhana pula. Contohnya seperti yang telah dikisahkan dalam pelajaran sebelumnya, pernah seorang Badui (Arab dari pegunungan) ditanya, ”Dari mana kau mengetahui bahwa Allah itu ada?”. Kebetulan di muka orang Badui tadi ada kotoran unta. Ia menjawab ”Apakah kau lihat kotoran unta ini? Setiap ada kotoran unta pasti ada untanya. Tidak mungkin kotoran unta itu berada dengan sendirinya”
Sedangkan untuk kita yang hidup di abad serba canggih dan modern cara membuktikannya pula berbeda. Tentu kita melihat pesawat terbang, kereta api, mobil, komputer dan lain-lainnya, sesuatu yang tidak masuk akal jika semua itu terjadi dengan sendirinya. Ya sudah pasti ada pembuatnya. Bahkan sampai benda-benda yang sederhana saja seperti jarum ada yang membuatnya, tidak mungkin jarum itu jadi dengan sendirinya. Apalagi sekarang dunia sudah bertambah maju dan teknologi sudah jahuh semakin canggih.
Karena kita tidak bisa melihat Allah, bukan berarti Allah itu tidak ada. Allah ada. Mesikpun kita tidak bisa melihat-Nya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya. Pernyataan bahwa Allah itu tidak ada hanya karena panca indera manusia yang sangat terbatas, karena Dia tidak bisa diraba dan tidak bisa dilihat, makanya kita tidak bisa mengetahui keberadaan Allah kecuali dengan bukti bukti ciptaan Nya
Tapi kalau kita pikirkan berapa banyak benda yang tidak bisa dilihat atau didengar manusia, kenyataannya benda itu ada? Betapa banyak benda benda di langit yang jaraknya milyaran kilo meter yang tidak pernah dilihat manusia, tapi benda itu sebenarnya ada? Berapa banyak dzat berukuran sangat kecil seperti molekul dan atom manusia tak bisa melihatnya, ternyata benda itu ada?
Jadi benda benda itu ada, tapi panca indera manusia lah yang terbatas, sehingga tidak mengetahui keberadaannya. Jika untuk mengetahui keberadaan ciptaan Allah saja manusia sudah mengalami kesulitan, apalagi untuk mengetahui keberadaan Allah Pencipta benda benda tersebut.
Ada jutaan orang yang mengatur lalu lintas di jalan raya. Setiap kendaraan ada pengemudinya. Tapi masih ada saja terdapat kecelakaan lalu lintas. Meskipun ada yang mengatur sedemikan rupa. Sedangkan bumi, matahari, bulan, bintang, dan lain-lain yang sudah beredar di angkasa raya milyaran tahun, belum pernah terjadi tabrakan. Belum pernah kita dengar ada bumi menabrak bulan, atau bulan menabrak matahari. Padahal tidak ada polisi yang mengatur lalu lintas jalan, atau pun pengemudi yang mengendarai.
Jelasnya, tanpa ada Allah yang Maha Mengatur, tidak mungkin semua itu terjadi. Semua itu terjadi karena adanya Allah yang Maha Pengatur. Allah yang telah menetapkan tempat-tempat perjalanan bagi masing-masing benda tersebut. Jika kita benar benar memikirkan hal ini, tentu kita yakin bahwa Allah itu ada
إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَمَاوَاتِ وَٱلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ يُغْشِي ٱلْلَّيْلَ ٱلنَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثاً وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ ٱلْخَلْقُ وَٱلأَمْرُ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَالَمِينَ
Allah berfirman: ”Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.( Al-A’râf: 54).
Qidam
ﻗِﺪَﻡْ
- Dalil Aqli
Qidam hakikatnya adalah menafikan bermulanya wujud Allah SWT. Seandainya Allah tidak qodim, mesti Allah hadits, sebab tidak ada penengah antara hadits dan qodim. Apabila Allah hadits maka mesti membutuhkan muhdits (yang membuat nya) mislakan A, dan muhdits A mesti membutuhkan Muhdits yang lain, misalnya B. Kemudian muhdits B mesti membutuhkan muhdits yang lain juga, misalnya C. Begitulah seterusnya (tidak ada ujung), maka dikatakan tasalsul (peristiwa berantau), dan apabila yang ujung membutuhkan kepada Allah maka dikatan daur (peristiwa berputar). Setiap tasalsul dan daur adalah mustahil menurut akal sehat. Maka setiap yang mengakibatkan tasalsul dan daur, yaitu hudutsnya Allah adalah mustahil, maka Allah wajib dan pasti bersifat Qidam.
- Dalil Naqli
هوالاول والاخروالظاهروالباطن
"Dialah yang awal dan yang akhir Yang zhohir dan yang bathin." (QS. Al-Hadid:3)
Qidam (dahulu) adalah sifat Salbiyyah, yaitu sifat yang digunakan untuk meniadakan sesuatu yang tidak layak bagi Allah. Sifat qidam artinya sifat yang mencabut atau menolak adanya permulaan wujud Allah. Dalam arti lain bahwa Allah itu berada tanpa adanya permulaan. Sebagai Dzat yang menciptakan seluruh alam, Allah pasti lebih dahulu sebelum ciptaan-Nya.
Kebalikannya adalah huduts (Baru) yaitu mustahil Allah itu baru dan memiliki permulaan. Allah itu dahulu tanpa awal, tidak berasal dari ”tidak ada” kemudian menjadi ”ada”.
هُوَ ٱلأَوَّلُ وَٱلآخِرُ وَٱلظَّاهِرُ وَٱلْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Allah berfirman: “ Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (Al Hadiid:3)
Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Allah yang menciptakan langit, bumi, serta seluruh isinya termasuk tumbuhan, binatang, dan juga manusia. Allah adalah awal. Dia sudah berada sebelum langit, bumi, tumbuhan, binatang, dan manusia lainnya ada. Tidak mungkin Allah itu baru ada atau lahir setelah makhluk lainnya ada.
Adanya Allah berbeda dengan adanya alam semesta beserta isinya. Perbedaan tsb terdapat pada kejadian dan prosesnya. Kita ambil contoh: Adanya manusia didahului oleh proses perkawinan. Terjadinya hujan karena didahului dengan proses penguapan air laut. Dan adanya seluruh alam semesta didalului oleh preses terjadinya alam tersebut. Tapi Allah berbeda dengan alam semesta ini, tidak didahului oleh sebab-sebab tertentu, karena Allah dzat yang paling awal. Allah adalah pencipta alam semesta, mustahil alam semesta lebih dulu ada dari Allah.
Dialog Tauhid
Seorang Atheist datang kepada Imam Abu Hanifah lalu bertanya: “Tahun berapa Allah itu berada?
Abu Hanifah menjawab: “Allah berada sebelum adanya tahun, tidak berawal dalam wujud-Nya.”
Orang kafir itu bertanya lagi: “Berikan kepada kami contoh”
Beliau menjawab: “Angka berapa sebelum empat?
Ia berkata: “Tiga”
Abu Hanifah bertanya lagi: “Angka berapa sebelum tiga?”
Ia menjawab: “Dua”
Abu Hanifah bertanya lagi: “Angka berapa sebelum dua?”
Ia memjawab: “Satu”
Abu Hanifah betanya lagi: “Angka berapa sebelum satu?”
Ia berkata: “Tidak ada sesuatu sebelum angka satu”
Lalu Abu Hanifah berkata: “Kalau tidak ada sesuatu sebelum satu. Maka Allah itu esa tidak ada yg mengawali dalam wujudnya.”
Lalu orang kafir itu bertanya lagi pertanyaan kedua: “Kemana Allah itu berpaling?”
Abu Hanifah menjawab: “Kalau anda menyalahkan pelita di tempat yang gelap, kemana cahaya pelita itu berpaling?
Ia menjawab: “Ke setiap penjuru”
Abu Hanifah berkata: “Kalau cahaya pelita berpaling ke setiap penjur, bagaimana halnya dengan cahaya Allah, pencipta langit dan bumi.”
Lalu orang kafir itu bertanya lagi dengan pertanyaan ketiga: “Terangkan kepada kami tentang dzat Allah. Apakah Ia Sesuatu seperti batu, atau cair seperti air, atau Ia berupa gas?”
Abu Hanifah menjawab: “Apakah anda pernah duduk didekat orang yang sedang sakarat?”
Ia menjawab: “Pernah”
Abu Hanifah bertanya: “Apakah ia bisa berbicara setelah mati?”
Ia menjawab: “Tidak bisa”
Lalu beliau bertanya lagi: “Apakah ia bisa berbicara sebelum mati?”
Ia menjawab: “Bisa”
Lalu abu Hanifah bertanya lagi: “Apa yang bisa merobahnya sehingga ia mati?”
Ia menjawab: “Keluarnya ruh dari jasadnya”
Abu Hanifah mejelaskan: “Oh kalau begitu keluarnya ruh dari jasadnya membuatnya ia tidak bisa berbicara?
Ia menjawab: “Betul”
Abu Hanifah bertanya: “Sekarang, terangkan kepada saya bagaimana sifatya ruh, apakah ia sesuatu seperti batu, atau cair seperti air, atau ia seperti gas?
Ia menjawab: “Kami tidak tahu sama sekali”
Abu Hanifah menjawab: “Jika ruh sebagai makhluk kamu tidak bisa mensifatkanya, bagaimana kamu ingin aku mensifatkan kepada kamu zdatnya Allah.
إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَمَاوَاتِ وَٱلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ يُغْشِي ٱلْلَّيْلَ ٱلنَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثاً وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ ٱلْخَلْقُ وَٱلأَمْرُ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَالَمِينَ
Allah berfirman: ”Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.( Al-A’râf: 54).
Baqa
ﺑَﻘَﺎﺀِ
- Dalil Aqli
Seandainya Allah tidak wajib Baqa' (kekal), maka tidak akan disifati Qidam. Sedangkan Qidam tidak bisa dihilangkan dari Allah berdasarkan dalil yang ada dalam sifat Qidam (dahulu).
- Dalil Naqli
كلشئ هالك إلاوجهه
"Tiap sesuatu akan binasa (lenyap) kecuali Dzat-nya." (QS. Qoshos:88)
Baqa’ (kekal) adalah sifat Salbiyah artinya sifat yang mencabut atau menolak adanya kebinasaan wujud Allah. Dalam arti lain bahwa keberadaan Allah itu kekal, berlanjut tidak binasa atau rusak.
Allah adalah Dzat yang Maha Mengatur alam semesta. Dia selalu ada selama-lamanya dan tidak akan binasa untuk mengatur ciptaan-Nya itu. Hanya kepada-Nya seluruh kehidupan ini akan kembali. Firman Allah:
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
”Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (al-Qashash: 88).
Adapun sifat mustahilnya Fana, artinya rusak. Semua makhluk yang ada di alam semesta ini, baik itu manusia, binatang, tumbuhan, matahari, bulan, bintang, dll, suatu saat akan mengalami kerusakan dan kehancuran. Manusia, betapa pun gagahnya, suatu saat pasti mati. Setiap orang pasti akan mati dan hancur dimakan tanah. Hukum kehancuran berlaku hanya bagi manusia, benda dan meteri. Sedangkan Allah bukan manusia, benda atau materi. Dia adalah Dzat yang tidak terkena hukum kehancuran atau kerusakan. Dia kekal abadi untuk selama lamanya, tidak bisa wafat atau dibunuh. Jika ada Allah yang bisa wafat atau dibunuh, maka itu bukan Allah tapi manusia biasa.
Sungguh, betapa hina dan lemahnya manusia ini di hadapan Allah. Makanya tidak pantas jika ia berbangga diri atau sombong dengan kehebatannya, karena segala kehebatan itu pada akhirnya akan berlalu, yang tersisa hanyalah amal kebaikan.
Mukhalafatuhu lilhawadits
ﻣُﺨَﺎﻟَﻔَﺘُﻪُ ﻟِﻠْﺤَﻮَﺍﺩِﺙِِ
- Dalil Aqli
Apabila Allah menyerupai makhluknya, niscaya Allah dalah baru (Hadits), sedangkan Allah baru adalah sebuah hal yang mustahil.
- Dalil Naqli
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. As-Syura : 11).
Mukhalafah Lilhawaditsi (Tidak sama dengan yang baru) adalah sifat Salbiyah artinya sifat yang mencabut atau menolak adanya persamaan Allah dengan yang baru. Dalam arti lain bahwa Allah tidak sama dengan yang baru atau berbeda dengan makhluk ciptaa-Nya. Perbedaan Allah dengan makhluk-Nya mencakup segala hal, baik dalam dzat, sifat, dan perbuatannya. Allah berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. As-Syura : 11).
Seumpanya terlintas dalam pikiran seseorang bahwa Allah itu seperti yang ia hayalkan atau bayangkan, maka Maha Suci Allah, Dia tidak seperti apa yang dihayalkan atau di pikirkannya. Makanya jangan sekali kali memikirkan atau menghayalkan atau membahas dzat Allah karena manusia tidak akan mampu untuk melakukannya.
Adapun kebalikan dari Al-Mukhalafah Lil Hawaditsi adalah Mumatsalah lil Hawaditsi, yakni mustahil Allah sama dengan yang baru atau sama dengan makhluk-Nya. Tentu ini adalah hal yang mustahil.
Contoh yang paling gampang adalah kursi yang dibuat dari kayu. Kursi dibuat oleh tukang. Mustahil kursi itu sama dengan tukang pembuat kursi. Sifat ini menjelaskan bahwa tukang pembuat kursi berbeda dengan hasil ciptaannya. Dan masih banyak lagi contoh contoh yang lain. Apakah ada kesamaan antara pencipta dengan hasil ciptaannya? Tentu berlainan bukan? Bahkan robot yang dibuat mirip dengan manusia saja tidak akan sama dengan manusia yang membuat robot itu.
Kalau itu sesama benda, apalagi Allah yang menciptakan seluruh alam semesta, sudah pasti berbeda dengan ciptaan-Nya. Mustahil Allah itu sama dengan ciptaan-Nya. Jika sama dengan makhluknya misalnya terbuat dari darah, daging dan tulang niscaya Allah itu bisa mati, bisa dibunuh atau bisa disalib oleh manusia. Jadi mustahil jika Allah itu dilahirkan, melahirkan, menyusui, buang air, tidur, lupa dan sebagainya. Itu semua adalah sifat manusia, bukan sifat Allah. Allah itu Maha Besar, Maha Kuasa, Maha Perkasa, Maha Hebat. Dan segala Maha-Maha yang bagus lainnya harus disifatkan kepada sifat sifat Allah.
Kita mempercayai bahwa Allah itu hidup, tapi sifat hidup Allah berbeda dengan sifat hidup makhluk Nya. Allah itu dari dulu, sekarang, dan kapan saja hidup. Tidak ada batas dalam kehidupan Allah. Sebaliknya makhluk-Nya seperti manusia dulunya tidak ada, kemudian dilahirkan, kemudian berada dan hidup setelah dilahirkan, setelah itu tidak ada lagi atau mati lalu dikubur. Jadi meskipun sekilas sama arti hidup, namun sifat hidup Allah berbeda dengan makhluk-Nya. Bukan sifah hidup saja yang berbeda tapi semua sifat sifat Allah lainnya juga berbeda dengan sifat sifat makhluk-Nya, berlainan dan tidak serupa dengan makhluk-Nya.
Kita sebagai muslim jangan sekali kali memikirkan atau menghayalkan atau membahas dzat Allah karena kita tidak akan mampu untuk melakukannya. Justru jika kita mengakui akan kelemahan kita, berarti kita telah mengenal Allah. Sayyidina Abu Bakar Shiddiq berkata, ”Ketidakmampuan untuk mengetahui Allah adalah sebuah kemampuan sedangkan membahas dzat Allah adalah kufur dan syirik”
Qiyamuhu binafsih
ﻗِﻴَﺎﻣُﻪُ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ
- Dalil Aqli
Seadainya Allah membutuhkan dzat, niscaya Allah adalah sifat, sebab hanya sifatlah yang selalu membutuhkan dzat, sedangkan dzat selamanya tidak membutuhkan dzat lain untuk berdirinya.
Apabila Allah “Sifat” adalah mustahil, sebab apabila Allah “sifat”, maka Allah tidak akan disifati dengan sifat Ma’ani dan Ma’nawiyah, sedangkan sifat tersebut adalah termasuk sifat-sifat yang wajib bagi Allah berdasarkan dalil-dalil tertentu. Berarti apabila Allah tidak disifati dengan sifat Ma’ani dan Ma’nawiyah adalah salah (Bathil), dan batal pula sesuatu yang mengakibatkannya, yaitu butuhnya Allah kepada dzat. Apabila batal butuhnya Allah kepada dzat maka tetap Maha kaya (istighna)nya Allah dari dzat.
Seandainya Allah membutuhkan sang pencipta, niscaya Allah baru (Hadts), sebab yang membutuhkan pencipta hanyalah yang baru sedangkan dzat qodim tidak membutuhkannya. Dan mustahil Allah Hadits, karena segala sesuatu yang hadits harus membutuhkan sang pencipta (mujid) yang kelanjutannya akan mengakibatkan daur (peristiwa berputar) atau tasalul (peristiwa berantai).
- Dalil Naqli
إِنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
”Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (al-Ankabut : 6).
Qiyam Binnafsi (Berdiri Sendiri) adalah sifat Salbiyyah artinya sifat yang mencabut atau menolak adanya Allah berdiri dengan yang lain. Dalam arti lain bahwa Allah tidak butuh dengan sesuatu dzat yang membantu-Nya untuk berdiri. Berdirinya Allah tidak membutuhkan makhluk-Nya, tidak membutuhkan tempat, tidak membutuhkan ruang dan tidak membutuhkan segala dzat, sifat, dan perbuatan makhluk-Nya. Berbeda dengan makhluk yang selamanya membutuhkan bantuan dari luar, Allah berfirman:
إِنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
”Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (al-Ankabut : 6).
Sifat mustahilnya al-qiyam binnafsi adalah al-ihtiyaj lighairihi artinya berdiri dengan bantuan yang lain. Keberadaan makhluk Allah, di mana saja dan kapan saja tidak bisa lepas dari bantuan yang lain. Manusia lahir karena ada kedua orangtuanya, tumbuh dan berkembang karena dipelihara dan dirawat oleh orangtuanya. Bahkan setelah besar pun, manusia tetap tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Sedangkan Allah itu berdiri dengan sendirinya. Mustahil Allah itu berhajat atau butuh pada makhluk-Nya.
Jelasnya, Di dunia ini semua orang saling membutuhkan. Butuh bantunan, butuh dokter, butuh teman, butuh istri, butuh anak, butuh ini butuh itu dan masih banyak lagi kebutuhan. Dari mulai manusia lahir sampai wafat tidak bisa lepas dari bantuan dan kebutuhan. Saat bayi, ia butuh susu ibunya, menjelang pertumbuhan ia butuh asuhan, butuh pendidikan. Setelah menanjak dewasa ia butuh istri, butuh anak. Dan seterusnya dan seterusnya.
Sebaliknya Allah berdiri sendiri. Dia tidak butuh pada ciptaan-Nya, tidak butuh bantuannya, tidak butuh teman, tidak butuh istri, tidak butuh anak. Dia berdiri sendiri tidak beranak dan tidak diperanakan, tidak butuh makan, tidak butuh minum, tidak butuh tidur, tidak butuh istirahat, tidak butuh pujian dari makhluk-Nya. Seandainya seluruh makhluk memuji-Nya, niscaya tidak bertambah sedikitpun kemuliaan-Nya. Sebaliknya jika seluruh makhluk menghina-Nya, tidaklah berkurang sedikitpun keluhuran-Nya. Maha Suci Allah dari segala kebutuhan dan bantuan.
Wahdaniyat
ﻭَﺣْﺪَﺍﻧِﻴَﺔِ
- Dalil Aqli
Esa sifat-Nya artinya semua sifat-sifat kesempurnaan bagi Allah SWT tidak sama dengan sifat-sifat pada mahluk yang diciptakan Nya. Esa perbuatan-Nya berarti Allah SWT berbuat sesuatu tidak dicampuri oleh perbuatan mahluk lain dan tanpa membutuhkan proses atau waktu. Allah SWT berbuat karena kehendak-Nya sendiri tanpa ada yang bisa mencampurinya.
- Dalil Naqli
لَوْ كَانَ فِيهِمَا ءَالِهَةٌ إِلاَّ اللهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ’Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (al-Anbiya’: 22).
Wahdaniyah (Esa atau Satu) adalah sifat Salbiyyah artinya sifat yang mencabut atau menolak keberadaan Allah lebih dari satu. Dalam arti lain bahwa Allah itu satu atau esa tidak ada Tuhan selain-Nya. Dia esa atau satu dalam Dzat, Sifat dan perbuatan-Nya.
Allah itu esa dalam dzat-Nya. Artinya, bahwa dzat Allah satu, tidak tersusun dari unsur unsur atau anggota badan dan tidak ada satupun dzat yang menyamai dzat Allah. Allah itu satu dalam sifat-Nya artinya bahwa sifat Allah tidak terdiri dari dua sifat yang sama, dan tidak ada sesuatupun yang menyamai sifat Allah. Allah itu satu dalam fi’il atau perbuatan artinya bahwa hanya Allah yang memiliki perbuatan. Dan tidak satupun yang dapat menyamai perbuatan Allah.
Sedangkan sifat mustahilnya wahdaniyah bagi Allah yaitu “Ta’addud” artinya banyak atau bilangan-Nya lebih dari satu, maka mustahil Allah lebih dari satu. Firman Allah:
لَوْ كَانَ فِيهِمَا ءَالِهَةٌ إِلاَّ اللهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ’Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (al-Anbiya’: 22).
Keesaan Allah itu mutlak. Artinya keesaan Allah meliputi dzat, sifat, maupun perbuatan-Nya. Meyakini keesaan Allah merupakan mabda’ atau prinsip, sehingga seseorang dianggap muslim atau tidak, tergantung pada pengakuan tentang keesaan Allah. Makanya untuk pertama seseorang menjadi muslim, ia harus bersaksi terhadap keesaan Allah, yaitu dengan membaca syahadat yang berbunyi ”Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah”.
Meyakini keesaan Allah juga merupakan inti ajaran para nabi, sejak nabi Adam as hingga nabi Muhammad saw. Jika keyakinan ini sudah diterapkan dari dahulu maka mustahil Allah itu lebih dari satu. Mustahil Allah itu banyak (Ta’addud) seperti dua, tiga, empat dan seterusnya. Allah itu Maha Kuasa. Jika ada Allah lebih dari satu, dan bekerjasama, berarti mereka itu lemah dan tidak berkuasa. Dan jika mereka berselisihan maka terjadi sengketa antara mereka. Jadi mustahil Allah itu lebih dari satu. Kalau lebih dari satu maka Dia bukan yang Maha Kuasa lagi.
”Sekiranya ada di langit dan di bumi ilah-ilah selain ALLAH, tentulah keduanya itu sudah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai Arsy daripada apa yang mereka sifatkan. (Al-Anbiya: 22)
Dengan menghayati sifat wahdaniyyah ini, kita insyallah akan terhindar dari berbagai faham yang bisa menyesatkan tentang keesaan Allah.
Qudrat
ﻗُﺪْﺭَﺓِ
- Dalil Aqli
Jika Allah tidak berkemampuan niscaya Allah lemah(‘Ajzun), dan apabila Allah lemah maka tidak akan mampu menciptakan makhluk barang sedikitpun.
- Dalil Naqli
إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ۬
"Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah:20)
Qudrat (Kuasa) adalah sifat pasti ada pada dzat Alllah yang mungkin dengan kekuasaan-Nya, Dia berkehendak mewujudkan atau meniadakan segala sesuatu. Kekuasaan-Nya yang tidak terbatas. Kekuasaan-Nya meliputi terhadap segala sesuatu. Dia kuasa untuk mewujudkan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya atau Dia juga kuasa untuk meniadakan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya.
Sudah menjadi hal yang pasti bahwa kekuasaan Allah berbeda dengan kekuasaan manusia yang mempunyai kelemahan dan keterbatasan. Kekuasan Allah tidak ada yang bisa menghalangi-Nya. Jika Allah telah berkehendak melakukan atau tidak melakukan sesuatu, maka tidak ada suatu pun makhluk yang bisa mencegah-Nya atau memberi saran kepada-Nya.
Jelasnya, Allah memiliki sifat Qudrat (Kuasa) yaitu sifat yang mungkin dengan kekuasaan-Nya, Dia berkehendak mewujudkan atau meniadakan segala sesuatu. Dia kuasa untuk memberikan hal hal yang baik, kesuksesan, kesehatan dan sebaliknya dia juga berkuasa untuk mendiadakannya, berkuasa merobah kenikmatan menjadi malapetaka, kesehatan menjadi penyakit, kemudahan mejadi kesulitan, dan kesuksesan menjadi kegagalan. Dia berkuasa atas segala sesuatu yang dikehendaki-Nya.
Allah berfirman dalam surat al-‘Imran ayat 26-27 yang berbunyi:
”Katakanlah: Ya Allah yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engaku cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau maha kuasa atas segala sesuatau. Engkau masukkan malam kedalam siang dan Engkau masukan siang kedalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rizki siapa yang Engkau kehendaki tampa batas ”
Makanya tidak patut bagi manusia bersifat sombong, angkuh dan bangga dengan kekuasaan yang dimilikinya, karena sebesar apa pun kehebatan kekuasaan manusia, tetap kekuasaan Allah pasti lebih besar dan lebih hebat. Bahkan jika Allah berkehendak menghilangkan kekuasaan manusia, maka dalam sekejap mata saja kekuasaanya bisa hilang dan ia tidak berdaya untuk mempertahankannya.
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعْجِزَهُ مِن شَيْءٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلاَ فِي الأَرْضِ إِنَّهُ كَانَ عَلِيماً قَدِيراً
”Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (al-Fatir: 44)
Adapun kebalikan dari sifat kuasa yaitu sifat al-’Ajzu (tidak kuasa atau lemah), tentu Ia tidak akan kuasa meciptakan alam raya yang sangat menakjubkan ini. Karena itu, mustahil bagi Allah memiliki sifat lemah.
Hikmah & Atsar
Seorang ayah yang bijaksana, sukses dan shalih hidup bersama keluarganya dengan bahagia. Setelah usianya 65 tahun ia terkena serangan jantung yg mengharuskannya menjalani operasi, Setelah 2 kali operasi, bukannya sembuh ia malah harus mengalami kenyataan pahit, ia kena virus jahat melalui tranfusi darah yg ia terima. Ia harus menerima kenyataan yang ada. Ia akan segera meninggal.
Melihat keadaan sang ayah yang sudah tidak berdaya, wajah yang pucat dan rambutnya yang habis rontok, Anaknya yang duduk disamingnya di rumah sakit berkata: “Mengapa Allah memilih ayah untuk menderita penyakit itu?”
Ayahnya menjawab dengan lembut: Ketika aku berhasil aku tidak pernah bertanya kepada Allah “mengapa aku berhasil”. Begitu pula ketika aku sehat aku tidak pernah bertanya kepada Allah “mengapa aku sehat”. Jadi ketika aku dalam kesakitan, tidak seharusnya juga aku bertanya kepada Allah “Mengapa aku menderita penyakit?”.
Dalam hidup ini kadang kadang kita merasa hanya pantas menerima hal hal yang baik, kesuksesan yg mulus, kesehatan dll. Ketika kita menghadapi hal yang sebaliknya, penyakit, kesulitan, kegagalan, kita menganggap Allah tidak adil. Sehingga kita merasa berhak untuk menggugat Nya.
Maka, bersyukurlah dengan apa yang telah diberikan Allah kepada kita, baik atau buruk, kesehatan atau penyakit, keberhasilan atau kegagalan. Manusia itu lemah dan memiliki keterbatasan, sedang Allah Maha Kuasa memiliki segala kehendak yang tidak terbatas.
Iradat
ﺇِﺭَﺍﺩَﺓِِ
- Dalil Aqli
Seandainya allah tidak bersifat berkehendak niscaya bersifat terpaksa (karohah), dan allah bersifat terpaksa adalah mustahil karena tidak akan disifati qudrot, akan tetapi tidak disifatinya Allah dengan sifat qudrot adalah hal yang mustahil, sebab hal itu akan berakibat lemahnya Alla, sedangkan lemahnya Allah merupakan hal yang mustahi, karena tidak akan mampu membuat sesuatu sedikitpun.
- Dalil Naqli
إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ۬ لِّمَا يُرِيدُ
"Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki." (QS. Hud:107)
Iradah (Berkehendak) adalah Sifat Ma’ani yang artinya Allah berdiri dengan dzat-Nya dan menentukan sesuatu dengan kemungkinan-Nya. Dalam arti lain bahwa Allah mungkin (boleh atau tidak boleh) berkehendak untuk bertindak atau menentukan segala sesuatu sesuai keinginan-Nya. Allah memiliki kehendak yang sangat luas. Dia mungkin berkendak memberikan kekayaan kepada orang yang Dia kehendaki dan Dia bisa pula mencabut kekayaannya. Dia mungkin berkehendak memberi kemuliaan kepada orang yang Dia kehendaki dan pula Dia mungkin mencabut kemuliaannya. Di tangan Allah segala kehendak. Allah maha kuasa atas segala sesuatau yang Dia kehendaki, tidak seorangpun yang mampu menahan kehendak-Nya. Dan segala yang terjadi di dunia berjalan sesuai dengan keinginan dan kehendak Allah.
إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَآ أَرَدْنَاهُ أَن نَّقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
” Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “Kun (jadilah)”, maka jadilah ia.” (an-Nahl: 40).
Adapun lawan dari sifat Iradah adalah Karahah yang mempunyai makna terpaksa, maksudnya mustahil Allah berbuat sesuatu karena dengan paksaan atau terpaksa atau tidak dengan keinginan dan kehendak-Nya sendiri. Allah memiliki sifat selalu berkeinginan atau berkehendak. Keinginan dan kehendak Allah sesuai dengan kemauan-Nya sendiri, tak ada rasa terpaksa atau dipaksa oleh pihak lain, tidak ada tekanan atau mengharap imbalan. Kehendak Allah juga tidak dipengaruhi oleh pihak lain, kehendak-Nya tidak terbatas, dan dapat melakukan apa saja tanpa memberi kuasa kepada yang lain. Begitu pula Allah mungkin mencegah kehendak-Nya dengan kehendak-Nya sendiri, tidak ada satu makhlukpun yang bisa mencegah kehendak-Nya.
Manusia juga berkehendak, tapi kehendak manusia adalah terbatas pada kemampuannya sendiri. Manusia boleh berkehendak, namun Allah juga yang menentukan hasilnya. Berapa banyak seseorang berkehendak menginginkan sesuatu tapi ia tidak memperolehnya karena Allah berkehendak yang lain. Bercita cita adalah suatu hal yang baik tapi keberhasilan cita cita itu berada pada kehendak Allah. Di atas kehendak manusia masih ada kehendak Allah.
Uraian di atas menunjukkan bahwa manusia itu lemah dan memiliki keterbatasan, sedang Allah Maha Kuasa memiliki segala kehendak yang tidak terbatas. Meskipun demikian, Allah menyukai manusia yang berusaha dan berkehendak, namun semua kembali kepada kehendak Allah dan kita harus menerima apapun hasilnya.
Ilmun
ﻋِﻠْﻢٌ
- Dalil Aqli
Seandainya Allah tak berilmu niscaya tidak akan berkehendak, sedangkan allah tidak berkehendak adalah mustahil, karena tidak akan disifati qudrot, akan tetapi Allah tidak disifati dengan qudrot adalah mustahil, sebab akan berakibat lemahnya Allah. Sedangkan lemahnya Allah adalah hal yang mustahil, karena tidak akan mampu membuat sesuatu sedikitpun.
- Dalil Naqli
وهوبكل شيى عليم
"Dan dia (Allah) maha mengetahui segala sesuatu." (QS.Al Hadid:3 & QS.Al Baqaroh:29)
Ilmu (Mengetahui) adalah Sifat Ma’ani artinya sifat Allah yang qadim (dahulu) dan berdiri dengan dzat-Nya, dimana sesuatu bisa diketahui oleh Allah dengan nyata tanpa tertutup oleh apapun. Dalam arti lain Allah adalah dzat yang Maha Menciptakan, Ia sudah pasti mengetahui segala sesuatu yang diciptakan-Nya secara terperinci. Allah mengetahui dengan jelas semua perkara yang bersangkutan dengan ciptaan-Nya tanpa ada perbedaan apakah itu nampak, apakah itu tersembunyi atau apakah itu samar samar. Semua diketahui-Nya. Allah SWT berfirman:
وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ
“Dan Allah memiliki kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu basah atau kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” [Al An’aam:59]
Segala yang ada di alam raya ini, baik yang besar maupun yang kecil, yang terlihat maupun yang tersembunyi, pasti diketahui Allah. Ilmu Allah maha luas, begitu luasnya sehingga jika seluruh air di lautan ini dijadikan tinta untuk menulis ilmu Allah maka ia tidak akan mampu menulisnya.
Kita sering kagum atas ilmu yang dimiliki manusia di dunia ini. Kita sering ta’ajub akan kecanggihan teknologi yang diciptakan manusia. Tapi kadang kadang kita tidak sadar, bahwa ilmu yang kita saksikan itu hanyalah sebagian kecil saja yang diberikan Allah pada manusia.
Hikmah Dan Atsar
Alkisah, nabi Musa as pernah mengikuti nabi Khidhir as. Konon ceritanya mereka duduk bersama sama di tepi pantai menunggu perahu nelayan yang akan datang membawa mereka ke tempat yang tidak diketahui. Disaat duduk nabi Khidir as melihat seekor burung kecil terbang hilir mudik di atas permukaan air laut. Lalu burung itu turun ke permukaan laut dan mematuk air. Pada saat itu Khidir as berkata kepada nabi Musa as “Kamu lihat air laut yang tersisa di patuk burung kecil itu? Itulah ibarat ilmu manusia dibanding dengan ilmu Allah, semumpama setetes air dibanding lautan yang luas”.
Sungguh, ilmu Allah jauh melampaui semua ilmu ilmu manusia, begitu tingginya ilmu Allah sehingga terkadang kita tak mampu untuk mengikuti dan memahaminya.
Semoga dengan memahami sifat ilmu Allah, kita akan terdorong untuk terus mencari ilmu, karena semakin ilmu kita bertambah, semakin kita rasakan kebodohan kita, semakin banyak pula kekurangan dan kelemahan kita, karena masih lebih banyak lagi ilmu Allah yang belum kita ketahui. Betapa hebatnya ilmu Allah, betapa tinggi ilmu Allah. Dan betapa ilmu yang kita miliki ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ilmu Allah.
Adapun kebalikan sifat al-’ilmu adalah al-jahlu, yang berarti bodoh. Mustahil bahwa Allah itu bodoh atau tidak mengetahui atas apa yang diciptakan. Allah Maha Mengetahui karena Dialah yang menciptakan segala sesuatu. Sedangkan manusia hanya bisa melihat, mendengar dan mengamati. Itu pun terbatas pengetahuannya sehingga manusia tetap saja tidak mampu menciptakan meskipun hanya seekor semut.
Hayat
ﺣَﻴَﺎﺓٌْ
- Dalil Aqli
Seandainya Allah tidak hidup maka tidak akan disifati Qudrot, akan tetapi Allah tidak disifati dengan Qudrot merupakan hal mustahil, sebab akan berakibat lemahnya Allah, sedangkan lemahnya Allah adalah hal yang mustahil, karena tidak akan mampu membuat sesuatu barang sedikitpun.
- Dalil Naqli
وتو كل على الحى الذ ى لايمو ت
"Dan bertakwalah kepada Allah yang hidup yang tidak mati." (QS. Al-Furqon:58)
Hayat (Hidup) adalah Sifat Ma’ni artinya sifat wujud Allah yang qadim (dahulu), berdiri pada dzat-Nya. Allah Maha Hidup, dan hidup Allah adalah kehidupan abadi, tidak pernah musnah dan tidak akan mati. Dia memiliki tujuh sifat yang teratur yaitu sifat Qudrat, Iradat, Ilmu, Sama’, Bashar dan Kalam yang berlangsung terus, abadi dan tidak musnah.
اللَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
”Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (al-Baqarah: 255)
Adapun sifat mustahil al-hayatu adalah al-mautu, artinya mati. Hidupnya Allah berbeda dengan hidupnya manusia. Perbedaan itu antara lain dapat kita lihat bahwa Allah hidup tanpa ada yang menghidupkan. Sedangkan manusia dan makhluk hidup lainnya hidup karena ada yang menghidupan. Mereka dihidupkan oleh Allah.
Allah hidup tidak bergantung dengan yang lain, sedang manusia hidupnya sangat bergantung dengan yang lain.
Sifat Allah adalah hidup selama-lamanya, tidak mati, tidak dibunuh, atau disalib. Kalau bisa mati, dibunuh atau disalib berarti bukan Allah, berarti manusia. Allah yang Hidup kekal lagi terus menerus ini mengurus semua makhluk-Nya; tidak pernah ngantuk dan tidak pernah tidur apalagi mati.
Maka dari itu kita harus selalu berhati-hati dalam segala tindakan, karena gerak-gerik yang kita lakukan selalu diawasi dan dicatat oleh Allah, tak ada yang terlewatkan. Kelak di akhirat seluruh amalan yang kita lakukan akan dipersoalkan.
Hikmah Dan Atsar
Konon alkisah di zaman khalifah Umar bin Khattab ada seorang gadis shalihah dengan ibunya menjual susu. Suatu saat ibunya menyuruh putrinya untuk mencampur susu dagangannya dengan air, agar mendapatkan untung yang lebih banyak. Namun putrinya menolak. Lalu ibunya berkata: “Bukankah Khalifah Umar tidak melihat apa yang kita lakukan?”. putrinya pun menjawab: “ Betul bu! Khalifah Umar tidak mengetahui apa yang kita lakukan, tapi Tuhannya Umar yang hidup tidak tidur pasti mengetahui”. Tak disangka percakapan itu didengar oleh Khalifah Umar bin Khattab ra yang sedang berjalan di tengah malam mengontrol rakyatnya. Beliau terharu dengan perkataan sang gadis sampai sampai beliau menangis. Lalu Khalifah Umar memerintahkan putranya Ashim untuk meminang gadis tadi. Dan dari wanita shalihah ini, akhirnya menurunkan seorang cucu yang menjadi pemimpin besar dalam sejarah Islam yaitu Umar Bin Abdullah.
Sama'
ﺳَﻤَﻊٌْ
- Dalil ‘aqli
Allah Ta’ala mempunyai sama’, yaitu pendengaran dan mustahil tuli, sebab tuli adalah , sifat kekurangan. Allah Ta’ala mustahil bersifat kekurangan, karena sifat kekurangan itu adalah, sifat bagi zat baharu. Padahal kita yakin sepenuhnya bahwa, Allah Ta’ala itu bukan baharu , sebaliknya Allah Ta’ala adalah, pencipta segala yang baharu. Maka mustahil IA tuli , seperti yang baharu itu. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia takut dan waspada dalam berkata-kata, karena Allah Ta’ala Maha Mendengar segala perkataan yang baik maupun yang buruk
- Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. An-Nisa’ : 184
وَكَـانَ اللهُ سَـمِـيْعًـا عَـلِيْـمًـا
Artinya :“Dan adalah Allah Ta’ala itu Maha Mendengar dan Maha Mengetahui“.
Sama’ (Mendengar) adalah sifat Ma’ani artinya sifat wujud Allah yang qadim (dahulu), berdiri pada dzat-Nya. Allah Maha Mendengar. Namun pendengaran Allah tidak sama dengan pendengaran manusia yang dibatasi ruang dan waktu. Manusia mendengar dengan mengunakan telinga dan harus dari jarak dekat. Tapi Allah mendengar tanpa mengunakan alat pendengaran dan tidak terhalang oleh jarak. Allah mendengar dengan jelas semua yang diucapkan hamba-Nya baik secara dhahir dan bathin, yang diucapkan dengan lisan atau yang tertera di lubuk hati, semua didengar oleh Allah. Firman Allah:
قَالَ لاَ تَخَافَآ إِنَّنِي مَعَكُمَآ أَسْمَعُ وَأَرَى
Allah berfirman: “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat”. (Thaha: 46)
Kebalikan dari sifat ini adalah al-shamamu yang berarti tuli. Yakni bahwa mustahil Allah itu tuli. Allah Maha Mendengar. Pendengaran Allah tidak terbatas dan tidak terhalang oleh jarak, ruang, dan waktu. Selemah apa pun suara, dan dimana saja Allah pasti mendengarnya. Berbeda dengan manusia, pendengarannya sangat terbatas dan harus dengan mempergunakan alat pendengaran yaitu telinga. Tanpa alat pendengaran mustahil manusia bisa mendengar. Pendengaran manusia juga mengalami penurunan. Semakin tua usia manusia semakin kurang pendengaranya. Manusia bisa mendengar suara jarak jauh, namun jangkauannya tetap masih terbatas. Suara bisikan, suara hati, suara yang terhalang oleh benda-benda tertentu, tetap tidak bisa didengar.
Tapi pendengaran Allah berbeda dengan pendengaran manusia. Pasti tidak demikian halnya. Allah bisa mendengar suara yang sehalus apapun tanpa memerlukan alat pendengaran apapun. Pendengaran Allah tidak terbatas oleh apapun. Pendengaran Allah kekal tidak akan melemah sampai kapanpun.
Dengan menyadari sifat Allah ini, seharusnya kita berbicara dengan bahasa yang santun dan mengeluarkan ucapan-ucapan yang baik lagi bermanfaat. Karena Allah selalu mendengar segala perkataan manusia, baik yang diucapkan dengan lisan atau tertera Dalam selubuk hati.
Basar
ﺑَﺼَﺮ
- Dalil ‘aqli
Semua gerak gerik dari segala pekerjaan manusia , dilihat oleh Allah Ta’ala, mustahil IA buta, sebab buta adalah, sifat kekurangan. Padahal sifat kekurangan adalah, sifat makhluk-Nya . Apabila Tuhan juga buta, maka IA adalah makhluk , padahal mustahil tuhan menjadi makhluk , sebagai mana yang diterangkan pada awal kajian ini. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia tidak akan berbuat dosa dan maksiat, sebab Allah Ta’ala Maha Melihat segala perbuatannya.
- Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-Hujarârat : 18.
وَاللهُ بَـصِيْـرٌ بِـمَـا تَـعْـمَـلُوْنَ
Artinya : “ Dan Allah Ta’ala maha melihat segala apa saja yang kamu kerjakan ”.
Bashor (Melihat) adalah sifat Ma’ani artinya sifat wujud Allah yang qadim (dahulu), berdiri pada dzat-Nya. Allah Maha melihat segala sesuatu yang ada, baik yang nampak jelas, yang tersembunyi ataupun yang samar. Pengliatan Allah tanpa hijab, tanpa batas, tanpa menggunakan alat, tanpa menggunakan mata atau kelopak mata. Semuanya dilihat oleh Allah, kecil atau besar, dekat atau jauh, semuanya menjadi jelas bagi Allah. Bahkan andaikata ada semut yang sangat hitam berjalan di atas sebuah batu hitam di tengah malam yang kelam, Allah dapat melihatnya dengan jelas.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (as-Syura: 11).
Kebalikan sifat ini adalah al-‘ama yang berarti buta, yakni bahwa mustahil Allah itu buta. Mustahil Allah buta, karena Allah Maha sempurna, termasuk sempurna penglihatan-Nya. Penglihatan Allah bersifat mutlak, tidak terhalang oleh apa pun. Allah melihat segala sesuatu, baik yang besar dan kecil, yang nampak dan tersembunyi. Penglihatan Allah bersifat terus-menerus, Allah tidak pernah lalai walau sedetik pun dari melihat segala perbuatan kita.
Dengan memahami sifat bashar Allah ini, hendaknya kita selalu berhati-hati dalam berbuat. Kita sadar bahwa kita tidak bisa membohongi atau menyembunyikan kebohongan apa pun di hadapan Allah. Kepada manusia kita bisa berbohong, tapi tidak mungkin bisa berbohong terhadap Allah, karena Allah melihat segala perbuatan kita. Kelak di kemudian hari akan ditampakkan segala perbuatan dan kebohongan yang kita sembunyikan. Oleh sebab itu berhati hatilah selalu, supaya kita tidak perlu merasa takut dan cemas jika suatu saat seluruh perbuatan kita akan disaksikan dan dimintakan pertanggujawabannnya.
Kalam
ﻛَﻼَ ﻡٌْ
- Dalil ‘aqli
Kalau saja Allah Ta’ala bisu , tentu tidak dapat memerintah dengan baik. Sedangkan sifat bisu adalah, sifat kekurangan. Jika IA bisu, maka Bagaimana mungkin dapat berfirman kepada para Rasul-Nya. Oleh sebab itu , sifat kalâm adalah, sifat kesempurnaan Allah Ta’ala yang wajib lagi qadîm yang berdiri pada Zat-Nya. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa memperbanyak zikir dengan harapan agar ia juga disebut Allah Ta’ala sebagai hambaNya.
- Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. An-Nisa’ : 164
وَكَـلَّمَ اللهُ مُـوْسَى تَـكْلِيْـمًـا
Artinya : “ Dan telah berkata-kata Allah Ta’ala dengan (Nabi Musa) sebenar – benar perkataan “
Artinya : Berkata-kata Allah Ta’ala. Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada , yang qadim lagi azali , berdiri pada zat Allah Ta’ala. Menunjukkan apa yang diketahui oleh ilmu daripada yang wajib. Kalam Allah Ta’ala itu satu sifat jua tiada berbilang. Tetapi ia berbagai-bagai jika dipandang dari perkara yang dikatakan Yaitu :
- Menunjuk kepada ‘amar ( perintah ) seperti tuntutan mendirikan solat dan lain-lain kefardhuan.
- Menunjuk kepada nahyu ( tegahan ) seperti tegahan mencuri dan lain-lain larangan.
- Menunjuk kepada khabar ( berita ) seperti kisah-kisah Firaundan lain-lain.
- Menunjuk kepada wa’ad ( janji baik ) seperti orang yang taat dan beramal soleh akan dapat balasan syurga dan lain-lain.
- Menunjuk kepada wa’ud ( janji balasan siksa ) seperti orang yang mendurhaka kepada ibu & bapak akan dibalas dengan azab siksa yang amat berat.
Ini sifat yang tetap ada, yang qadim lagi azali, yang berdiri pada dzat Allah Swt, sebagai contoh adalah Al- Qur’an, ini merupakan perkataannya (kalam) Allah Swt yang abadi sepanjang masa.
Qaadiran
ﻗَﺎﺩِﺭًﺍٌ
- Dalil ‘Aqli
Dalilnya adalah adanya alam semesta. Proses penyusunan dalilnya, jika Allah tidak berkemampuan niscaya Allah lemah(‘Ajzun), dan apabila Allah lemah maka tidak akan mampu menciptakan makhluk barang sedikitpun
- Dalil Naqli
Surat Al Baqoroh ayat 20:
إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ [البقرة: 20]
Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.
Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkuasa Mengadakan Dan Mentiadakan. Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Qudrat.
Muriidan
ﻣُﺮِﻳْﺪًﺍٌ
- Dalil ‘Aqli
Dalilnya adalah adanya alam semesta. Proses penyusunan dalil, seandainya allah tidak bersifat berkehendak niscaya bersifat terpaksa (karohah), dan allah bersifat terpaksa adalah mustahil karena tidak akan disifati qudrot, akan tetapi tidak disifatinya Allah dengan sifat qudrot adalah mustahil, sebab akanberakibat lemahnya Alla, sedangkan lemahnya Allah adalah mustahi, karena tidak akan mampu membuat makhluk barang sedikitpun.
- Dalil Naqli
Surat Hud ayat 107:
إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ هود: 107
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki.
Keadaan Allah Ta’ala Yang Menghendaki dan menentukan tiap-tiap sesuatu. Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala , tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Iradat.
'Aliman
ﻋَﺎﻟِﻤًﺎٌ
- Dalil ‘Aqli
Seandainya Allah jahal (Bodoh) pasti Allah tidak Irodat(tidak berkehendak karena bodoh), dan itu mustahil.
- Dalil Naqli
Surat Al Baqoroh ayat 231:
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dan ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Keadaan Allah Ta’ala Yang Mengetahui akan Tiap-tiap sesuatu. Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat ‚Ilmu.
Hayyan
ﺣَﻴًّﺎ
- Dalil ‘Aqli
Seandainya Allah Maut (Mati) pasti Allah tidak Qudrat, Iradat dan tidak ‘Ilmu, dan itu mustahil.
- Dalil naqli
Surat Al Baqoroh ayat 255:
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ البقرة: 255
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya)
Keadaan Allah Ta’ala Yang Hidup. Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Hayat.
Sami'an
ﺳَﻤِﻴْﻌًﺎ
- Dalil ‘Aqli
Allah maha mendengar,apabila Alloh tidak mendengar bagaimana mungkin Dia akan mendengar Doa makhlukNya,Maka Muttahil Alloh tadak mendengar.
- Dalil Naqli
Surat Asy Syuro ayat 11:
وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ الشورى: 11
dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat.
Keadaan Allah Ta’ala Yang Mendengar akan tiap-tiap yang Maujud. Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum, Yaitu lain daripada sifat Sama’.
Bashiiran
ﺑَﺼِﻴْﺭًﺍٌ
- Dalil ‘Aqli
Tidak masuk akal apabila Allah tidak melihat,Bagaiman Alloh akan mengatur Alam semesta beserta isinya apabila Alloh sendiri tidak melihat maka Mustahil ‘Amaa (Buta)
- Dalil Naqli
Surat Asy Syuro ayat 11:
وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ الشورى: 11
dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat.
Keadaan Allah Ta’ala Yang Melihat akan tiap-tiap yang Maujudat ( Benda yang ada ). Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Bashar.
Mutakalliman
ﻣُﺘَﻜَﻠِّﻤًﺎ
- Dalil ‘aqli
Kalau saja Allah Ta’ala bisu , tentu tidak dapat memerintah dengan baik. Sedangkan sifat bisu adalah, sifat kekurangan. Jika IA bisu, maka Bagaimana mungkin dapat berfirman kepada para Rasul-Nya. Oleh sebab itu , sifat kalâm adalah, sifat kesempurnaan Allah Ta’ala yang wajib lagi qadîm yang berdiri pada Zat-Nya. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa memperbanyak zikir dengan harapan agar ia juga disebut Allah Ta’ala sebagai hambaNya.
- Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. An-Nisa’ : 164
وَكَـلَّمَ اللهُ مُـوْسَى تَـكْلِيْـمًـا
Artinya : “ Dan telah berkata-kata Allah Ta’ala dengan (Nabi Musa) sebenar – benar perkataan “
Keadaan Allah Ta’ala Yang Melihat akan tiap-tiap yang Maujudat ( Benda yang ada ). Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Bashar.
Ini sifat yang tetap ada, yang qadim lagi azali, yang berdiri pada dzat Allah Swt, sebagai contoh adalah Al- Qur’an, ini merupakan perkataannya (kalam) Allah Swt yang abadi sepanjang masa.
Post a Comment