TOLERANSI SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA
TOLERANSI SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA
Membuka Relung Hati
Salah
satu agenda besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah menjaga
persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tantangan
untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa tersebut salah satunya adalah
masalah kerukunan umat beragama dan
kerukunan bangsa. Kerukunan intern beragama, kerukunan antar-umat beragama, dan
kerukunan antarumat beragama dengan pemerintah.
Kerukunan itu bukan barang gratis. Ada penggalan sejarah kelam di mana
kerukunan pernah terkoyak di negeri ini.
Bukan
hanya harta benda yang hilang terbakar, tetapi berapa banyak nyawa manusia tak
bersalah juga melayang. Kita sebagai masyarakat terpelajar harus berperan serta
secara aktif dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara, menjaga keharmonisan
dalam kehidupan bermasyarakat, berpartisipasi dalam menjaga kerukunan, di mana
saja kita berada dan kapan saja waktunya.
Artinya:
“Dari Anas ra. Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, “Demi (Allah) yang
jiwaku di tangan-Nya, tidaklah beriman seorang hamba sehingga dia mencintai
tetangganya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari
Muslim)
Melalui
hadis di atas, Rasulullah saw. mengajak kepada umat Islam untuk saling
menghargai, saling menghormati, dan saling mencintai di antara sesama.
Mengkritisi
Sekitar Kita
Akhir-akhir
ini, nilai kerukunan yang dijaga dengan baik oleh masyarakat mulai terkikis,
mengalami degradasi. Semboyan bhinneka tunggal ika sudah ada gejala mulai
luntur dalam pemahaman dan pengamalan masyarakat.
Ini
bisa dilihat berbagai konflik yang
terjadi di berbagai daerah seperti kasus Poso, Ambon, Sampang yang
mengatasnamakan agama. Konflik-konflik yang
mengatasnamakan agama ini bahkan disinyalir
telah mengancam terjadinya disintegrasi
(perpecahan) bangsa.
Memperkaya
Khazanah
A.
Pentingnya Perilaku
Toleransi
Toleransi
sangat penting dalam kehidupan manusia, baik dalam berkata-kata maupun dalam
bertingkah laku. Dalam hal ini, toleransi berarti menghormati dan belajar dari
orang lain, menghargai perbedaan, menjembatani kesenjangan di antara kita
sehingga tercapai kesamaan sikap. Toleransi juga merupakan awal dari sikap
menerima bahwa perbedaan bukanlah suatu hal yang salah, justru perbedaan harus
dihargai dan dimengerti sebagai kekayaan. Misalnya, perbedaan ras, suku, agama,
adat istiadat, cara pandang, perilaku, pendapat. Dengan perbedaan tersebut,
diharapkan manusia bisa mempunyai sikap toleransi terhadap segala perbedaan
yang ada, dan berusaha hidup rukun, baik individu dan individu, individu dan
kelompok masyarakat, serta kelompok masyarakat dan kelompok masyarakat yang
lainnya.
Terkait
pentingnya toleransi, Allah Swt. menegaskan dalam firman-Nya sebagai berikut:
Arti
Ayat
“Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman
kepadanya (al-Qur’an), dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak
beriman kepadanya. Sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang
berbuat kerusakan.” (Q.S. Yunus/10: 40)
“Dan
jika mereka (tetap) mendustakanmu (Muhammad), maka katakanlah, Bagiku
pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu tidak bertanggung jawab terhadap apa
yang aku kerjakan dan aku pun tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu
kerjakan.” (Q.S. Yunus/10: 41)
Q.S.
Yunus/10: 40
Allah Swt. menjelaskan bahwa setelah Nabi Muhammad saw. berdakwah, ada orang
yang beriman kepada al-Qur’an dan mengikutinya serta memperoleh manfaat dari
risalah yang disampaikan, tapi ada juga yang tidak beriman dan mereka mati dalam kekafiran.
Pada
Q.S. Yunus/10: 41
Allah Swt. memberikan penegasan kepada rasul-Nya, bahwa jika mereka
mendustakanmu, katakanlah bahwa bagiku pekerjaanku, dan bagi kalian pekerjaan
kalian, kalian berlepas diri dari apa yang aku kerjakan dan aku berlepas diri
terhadap apa yang kalian kerjakan. Allah Swt. Maha adil dan tidak pernah ẓalim,
bahkan Dia memberi kepada setiap manusia sesuai dengan apa yang diterimanya.
Dari
penjelasan ayat tersebut dapat disimpulkan hal-hal berikut:
a.
Umat manusia yang hidup setelah
diutusnya Nabi Muhammad saw. terbagi menjadi 2 golongan, ada umat yang beriman
terhadap kebenaran kerasulan dan kitab suci yang disampaikannya dan ada pula
golongan orang yang mendustakan kerasulan Nabi Muhammad saw. dan tidak beriman
kepada al- Qur’an.
b. Allah Swt. Maha Mengetahui sikap dan
perilaku orang-orang beriman yang selama hidup di dunia senantiasa bertaqwa
kepada-Nya, begitu juga orang kafir yang tidak
beriman kepada-Nya.
c. Orang beriman harus tegas dan
berpendirian teguh atas keyakinannya. Ia tegar meskipun hidup di tengah-tengah
orang yang berbeda keyakinan dengan dirinya.
Ayat
di atas juga menjelaskan perlunya menghargai perbedaan dan toleransi. Cara
menghargai perbedaan dan toleransi antara lain tidak mengganggu aktivitas keagamaan orang lain. Rasulullah
saw. bersabda:
Artinya:
Dari Ibn Umar ra. Sesungguhnya Rasulullah
saw bersabda, “Sebaik- baik sahabat di sisi Allah adalah yang paling
baik di antara mereka terhadap sesama saudaranya. Dan sebaik-baik tetangga di
sisi Allah adalah yang paling baik di antara mereka terhadap tetangganya.”
(HR. Attirmizy)
B.
Menghindarkan Diri
dari Perilaku Tindak Kekerasan
Manusia
dianugerahi oleh Allah Swt. berupa nafsu. Dengan nafsu tersebut, manusia dapat
merasa benci dan cinta. Dengannya pula manusia bisa melakukan persahabatan dan
permusuhan. Dengannya pula manusia bisa mencapai kesempurnaan ataupun
kesengsaraan. Hanya nafsu yang telah berhasil dijinakkan oleh akal saja yang
akan mampu menghantarkan manusia kepada kesempurnaan. Namun sebaliknya, jika
nafsu di luar kendali akal, niscaya akan menjerumuskan manusia ke dalam jurang
kesengsaraan dan kehinaan.
Permusuhan
berasal dari rasa benci yang dimiliki oleh setiap manusia. Sebagaimana cinta,
benci pun berasal dari nafsu yang harus bertumpu di atas pondasi akal.
Permusuhan di antara manusia terkadang karena kedengkian pada hal-hal duniawi
seperti pada kasus Qabil dan Habil ataupun pada kisah Nabi Yusuf as. dan
saudara-saudaranya. Terkadang pula permusuhan dikarenakan dasar ideologi dan
keyakinan.
Islam
melarang perilaku kekerasan terhadap siapa
pun. Allah Swt. berfirman:
Artinya:
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa
ba-rangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain
(qisas), atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia
telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia,
maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya
rasul-rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-
keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu
melampaui batas di bumi.” (Q.S. al-Maidah/5: 32)
Allah Swt. menjelaskan dalam ayat ini, bahwa
setelah peristiwa pembunuhan Qabil terhadap Habil, Allah Swt. menetapkan suatu
hukum bahwa membunuh seorang manusia, sama dengan membunuh seluruh manusia.
Begitu juga menyelamatkan kehidupan seorang manusia, sama dengan menyelamatkan
seluruh manusia. Ayat ini menyinggung sebuah
prinsip sosial di mana masyarakat
bagaikan sebuah tubuh, sedangkan individu-individu masyarakat merupakan
anggota tubuh tersebut. Apabila sebuah anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh
yang lainnya pun ikut merasakan sakit.
Begitu
juga apabila seseorang berani mencemari tangannya dengan darah orang yang tak
berdosa, maka pada hakikatnya dia telah membunuh manusia-manusia lain yang tak
berdosa. Dari segi sistem penciptaan manusia, terbunuhnya Habil telah
menyebabkan hancurnya generasi besar suatu masyarakat, yang bakal tampil dan
lahir di dunia ini. Al-Qur’an memberikan perhatian penuh terhadap perlindungan
jiwa manusia dan menganggap membunuh seorang manusia, sama dengan
membunuh sebuah masyarakat.
Pengadilan
di negara-negara tertentu menjatuhkan hukuman qisas, yaitu membunuh orang yang
telah membunuh. Di Indonesia juga pernah dilakukan hukuman mati bagi para
pembunuh.
Dalam
Q.S. al-Maidah/5: 32 terdapat
tiga pelajaran yang dapat
dipetik:
1. Nasib kehidupan manusia sepanjang
sejarah memiliki kaitan dengan orang lain. Sejarah kemanusiaan merupakan
mata rantai yang saling
berhubungan. Karena itu, terputusnya sebuah mata rantai akan mengakibatkan musnahnya sejumlah
besar umat manusia.
2. Nilai suatu pekerjaan berkaitan dengan
tujuan mereka. Pembunuhan seorang manusia dengan maksud jahat merupakan
pemusnahan sebuah masyarakat, tetapi keputusan pengadilan untuk melakukan eksekusi
terhadap seorang pembunuh dalam rangka
qisas merupakan sumber kehidupan masyarakat.
3. Mereka yang memiliki pekerjaan yang
berhubungan dengan penyelamatan jiwa manusia, seperti para dokter, perawat,
polisi harus mengerti nilai pekerjaan mereka. Menyembuhkan atau menyelamatkan
orang yang sakit dari kematian bagaikan menyelamatkan sebuah masyarakat dari
kehancuran.
Tugas
kita bersama adalah menjaga ketenteraman hidup dengan cara mencintai tetangga,
orang-orang yang berada di sekitar kita. Artinya, kita dilarang melakukan
perilaku-perilaku yang dapat merugikan orang lain, termasuk menyakitinya dan
melakukan tindakan kekerasan kepadanya.
Di
Indonesia ada hukum yang mengatur pelarangan melakukan tindak kekerasan,
termasuk kekerasan kepada anak dan anggota keluarga, misalnya UU No. 23 Tahun
2002 dan UU No. 23 Tahun 2004.
Menerapkan
Perilaku Mulia
Mari
kita renungkan dan amati suasana kehidupan bangsa Indonesia. Kondisi bangsa
Indonesia yang berbhinneka ini harus kita pertahankan demi ketenteraman dan
kedamaian penduduknya. Salah satu cara mempertahankan kebhinnekaan ini adalah
dengan toleransi atau saling menghargai.
Dalam
kehidupan masyarakat Indonesia, kerukunan hidup antarsuku, ras, golongan dan
agama harus selalu dijaga dan dibina. Kita tidak ingin bangsa Indonesia
terpecah belah saling bermusuhan satu sama lain karena masalah di atas.
Berikut
perilaku-perilaku toleransi yang harus dibina sesuai dengan ajaran Islam:
1. Saling menghargai adanya perbedaan
keyakinan. Kita tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain agar mereka
mengikuti keyakinan kita. Orang yang berkeyakinan lain pun tidak boleh
memaksakan keyakinan kepada kita. Dengan memperlihatkan perilaku berakhlak
mulia, insya Allah orang lain akan tertarik. Rasulullah saw. selalu
memperlihatkan akhlak mulia kepada siapa pun termasuk musuh-musuhnya, banyak
orang kafir yang tertarik kepada akhlak Rasulullah
saw. lalu masuk Islam karena kemuliaannya.
2.
Saling menghargai adanya perbedaan
pendapat. Manusia diciptakan dengan membawa perbedaan. Kita mencoba menghargai
perbedaan tersebut.
3. Belajar empati, yaitu merasakan apa
yang dirasakan oleh orang lain, lalu bantulah orang yang membutuhkan. Sering
terjadi tindak kekerasan disebabkan hilangnya rasa empati. Ketika mau
mengganggu orang lain, harus sadar bahwa mengganggu itu akan menyakitkan,
bagaimana kalau itu terjadi pada diri kita.
Masih banyak lagi contoh perilaku toleransi yang harus kita miliki.
Dengan
toleransi, yaitu sikap saling menghargai dan saling menghormati, akan terbina
kehidupan yang rukun, tertib, dan damai.
Rangkuman
1.
Dalam kehidupan sehari-hari, sikap
toleran perlu dikembangkan.
2. Dalam masalah keimanan (aqidah) dan
peribadatan (ibadah), kita berpegang pada keyakinan tanpa bergeser sedikit pun,
tetapi tetap menghargai orang lain yang berbeda keyakinan dengan kita.
3.
Manusia diberi kebebasan untuk memilih
agama atau keyakinan mana pun karena agama adalah hak azasi manusia. Akan tetapi, semua pilihan itu ada
konsekuensinya. Manusia harus bertanggung jawab terhadap pilihannya tersebut.
4.
Allah menjanjikan surga bagi yang
bertaqwa dan neraka bagi orang-orang yang dhalim.
5.
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat
antara umat Islam dan umat lain (non-Islam) hendaknya saling menghormati dan
menghargai serta boleh bekerja sama dalam urusan dunia demi terwujudnya
keamanan, ketertiban, kedamaian, dan
kesejahteraan bersama.
Post a Comment