Header Ads

test

BIOGRAFI NABI MUHAMMAD

NABI MUHAMMAD SAW

Biografi Nabi
SUDAHKAH ANDA MEMBACA BIOGRAFI NABI?
Dari Ubdaidullah bin Utbah, ia mengabarkan bahwa Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma menyediakan waktu khusus dalam harinya untuk mempelajari sirah Nabi”. (Maghazi Rasulullah oleh Mushthafa al-A’zhama, Hal: 23).

Abdullah bin Abbas adalah sepupu dan sahabat Rasulullah yang hidup bersama Nabi ﷺ, namun beliau tetap mempelajari dan mengkaji kehidupan Nabi untuk beliau teladani. Bagaimana dengan kita?

Biografi Nabi atau yang sering disebut sirah nabi adalah bagian dari agama ini. Allah ﷻ berfirman,
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ. إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm: 3-4).

Allah ﷻ juga berfirman,
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Alquran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (QS. An-Nahl: 44).

Penjelasan agama ini didapatkan melalui penjelasan secara lisan, amalan, dan penetapan. Sirah Nabi adalah bentuk amalan. Karena merupakan praktik dari Rasululullah ﷺ terhadap Alquran. Karena itu, mempelajari sirah Nabi adalah hal yang sangat penting.

Ada beberapa alasan yang menjadi alasan mengapa membaca biografi Nabi itu penting:
Pertama: Allah ﷻ memerintahkan kita untuk menyusun dan membukukan perjalanan hidup Nabi-Nya ﷺ. Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21).
Tidak mungkin seseorang bisa menjadikan Nabi ﷺ sebagai teladan kecuali dengan mempelajari jalan hidup beliau. Dan seseorang tidak bisa mempelajari perjalanan hidup beliau kecuali ada pembukuan sunnah, bimbingan, perkataan, perbuatan, dan taqrir beliau ﷺ.
Kedua: kita mempelajari perjalanan hidup Nabi, karena merupakan perjalanan tokoh terbesar dalam sejarah dunia. Perjalanan hidup manusia, anak keturunan Adam yang paling utama. Sebagaimana sabda beliau,
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آَدَمَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ
“Aku adalah pemimpin anak adam pada hari kiamat…” (HR. Muslim, 4: 1782).
Sering sejarah kehidupan tokoh-tokoh besar dunia saja menarik perhatian kita. Lalu kita pun membacanya, memberi inspirasi dan semangat pada kehidupan kita. Lalu bagaimana dengan sejarah tokoh terbesar dalam peradaban manusia? Sudahkah kita membacanya? Sudahkah memberi semangat dan inspirasi dalam kehidupan kita?
Ketiga: mempelajari sirah Nabi merupakan jalan untuk memahami Alquran. Karena banyak ayat yang diturunkan berkaitan dengan suatu kejadian dalam perjalanan hidup Nabi ﷺ. Kemudian setelah ayat tersebut diturunkan, Rasulullah ﷺ mempraktikan suatu amalan sebagai penjelasan dari ayat. Ini merupakan penjelasan secara amal/praktik dari beliau ﷺ.
Jadi, sirah menjelaskan ayat dari sisi sebab diturunkannya dan dari sisi bagaimana mengamalkan kandungan ayat tersebut.
Abdurrahman bin Humaid Badis rahimahullah mengatakan, “Memahami Alquran adalah dengan cara memahami kehidupan Nabi dan sunnahnya. Memahami kehidupan Nabi bergantung kepada Alquran. Dan memahami Islam adalah dengan cara memahami keduanya.” (ad-Durar al-Ghaliyah fi Adab ad-Da’wah wa ad-Da’iyah oleh Ibnu Badis, Hal: 59).
Keempat: di antara prinsip agama yang paling mendasar adalah pengenalan seseorang terhadap Nabi Muhammad ﷺ. Prinsip ini merupakan prinsip dasar yang kedua setelah mengenal Allah ﷻ.
Mengenal Nabi ﷺ meliputi lima hal: (1) mengenal nasab beliau yang merupakan nasab yang mulia, (2) mengetahui tahun dan tempat beliau dilahirkan serta tempat hijrahnya, (3) mengetahui kehidupan kenabian yang berlangsung selama 23 tahun, (4) dengan apa beliau diangkat menjadi nabi dan rasul, dan (5) untuk apa dan mengapa beliau diutus.
Nabi ﷺ diutus dengan membawa risalah tauhid, mengesakan Allah ﷻ. Membawa syariat-Nya yang terdapat perintah dan larangan. Beliau diutus sebagai rahmat, kasih sayang bagi alam semesta. Mengeluarkan mereka dari gelapnya kesyirikan, kekufuran, dan kebodohan, menuju cahaya ilmu, hidayah, dan tauhid. Kemudian seseorang mendapatkan maghfirah dan ridha Allah. Mereka selamat dari siksa dan binasa.
Mengenal Rasulullah ﷺ akan mengantarkan seseorang kepada:
Bertambah rasa cinta, pengagungan, dan pemuliaan kepada Nabi ﷺ. Cinta dan pengagungan yang dibangun berdasarkan ilmu bukan hanya sekedar emosi temurun. Dan cinta karena pengetahuan inilah cinta yang dituntunkan oleh syariat.
Kita akan meneladani beliau ﷺ. Umat Islam diperintahkan untuk menjadikan beliau sebagai teladan. Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31). Allah ﷻ janjikan kecintaan dan pengampunan dosa bagi orang-orang yang meneladani Nabi. Tidak mungkin kita bisa meneladani beliau tanpa mengetahui perjalanan hidup beliau. Sesuatu yang menyempurnakan kewajiban, maka ia juga menjadi wajib untuk dilakukan. Allah mewajibkan meneladani Nabi, maka wajib bagi seseorang mengetahui perjalanan hidup beliau.
Kelima: sirah Nabi adalah ilmu yang luas cakupannya, bahkan bisa meliputi ilmu-ilmu syariat lainnya. Dari belajar sirah Nabi kita bisa mengetahui tentang:
Akidah: seseorang akan memahami urgensi akidah ketika mengetahui betapa besarnya perhatian Nabi dalam mensucikan akidah, mendakwahkannya, dan menjadikannya prioritas dalam dakwahnya.
Hukum-hukum fikih: sering para sahabat bertanya tentang suatu permasalahan ibadah, lalu beliau menjawab dan menjelaskannya.
Akhlak: dari belajar sirah kita juga bisa mengetahui bagaimana praktik Rasulullah ﷺ dalam kehidupan sosial. Bagaimana akhlak beliau terhadap sahabat-sahabatnya, istri-istrinya, pembantunya, dll.
Dakwah: kita bisa mengetahui materi dakwah Nabi dan bagaimana kesabaran beliau dalam menjalaninya.
Sudahkah Anda mempelajari sirah Nabi?
Sumber:
– az-Zaid, Zaid bin Abdul Karim. Cet. ke-8 1436 H. Fiqh as-Sirah. Riyadh: Dar at-Tadmoria.
Kisah Nabi Muhammad SAW
Nasab Nabi Muhammad
NASAB NABI MUHAMMAD
Nasab atau garis keturunan adalah sesuatu yang sangat dijaga dan diperhatikan oleh Islam. Demikian kuatnya Islam dalam memperhatikan nasab, ia pun dijadikan salah satu dari lima hal yang wajib dijaga dalam Islam. Karena itu Islam melarang perzinahan, salah satu hikmahnya agar nasab terjaga.
Perhatian Islam terhadap nasab juga dengan menjadikannya salah satu indikator kedudukan seseorang. Apabila seorang laki-laki hendak menikahi seorang wanita, maka salah satu faktor yang dipertimbangkan adalah nasabnya. Walaupun nasab bukan segalanya karena kedudukannya masih kalah dibanding faktor ketakwaan.
Demikian juga dengan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau juga memiliki keutamaan nasab. Beliau merupakan keturunan orang-orang pilihan di setiap generasinya. Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ان الله اصطفى من ولد ابراهيم اسماعيل . واصطفى من ولد اسماعيل بنى كنانة . واصطفى من بنى كنانة قريشا . واصطفى من قريش بنى هاشم . واصطفانى من بنى هاشم
“Sesungguhnya Allah memilih Ismail dari anak-anak keturunan Ibrahim. Dan memilih Kinanah dari anak-anak keturunan Ismail. Lalu Allah memilih Quraisy dari anak-anak keturunan Kinanah. Kemudian memilih Hasyim dari anak-anak keturunan Quraisy. Dan memilihku dari anak keturunan Hasyim.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah).
Sebagai umat Nabi Muhammad kita pun selayaknya mengenal nasab beliau. Berikut ini nasab lengkap Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nasab Nabi Muhammad
Beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan (Ibnu Hisyam: Sirah an-Nabawiyah, 1:1) bin Ismail bin Ibrahim.
Tidak ada perselisihan di kalangan ahli sejarah bahwa Adnan adalah anak dari Nabi Ismail ‘alaihissalam. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan Arab Adnaniyah atau al-Arab al-Musta’rabah.
Para ahli sejarah membagi orang-orang Arab menjadi tiga golongan:
Pertama: al-Arab al-Baidah (العرب البائدة) mereka adalah orang-orang Arab kuno yang sudah punah. Seperti kaum ‘Aad, Tsamud, Kan’an, dll.
Kedua: al-Arab al-‘Aribah (العرب العاربة) mereka adalah orang Arab asli dari keturunan Ya’rib bin Yasyjub bin Qahthan. Karena itu, mereka juga disebut Arab Qahthaniyah. Mereka berasal dari Yaman.
Ketiga: al-Arab al-Musta’robah (العرب المستعربة) mereka adalah orang yang ter-arabkan dari keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim ‘alaihimassalam. Mereka dikenal dengan Arab Adnaniyah (al-Mubarakfury: ar-Rahiq al-Makhtum, Hal: 16).
Mengapa Arab Adnaniyah disebut al-Arab al-Musta’robah, orang yang ter-arabkan, karena nenek moyang mereka Nabi Ismail bin Ibrahim ‘alaihimassalam bukanlah seorang yang berasal dari Jazirah Arab. Nabi Ibrahim berasal dari Irak (Utsman al-Khomis: Fabihudahum Iqtadir, Hal:113). Kemudian beliau membawa anaknya Ismail ke Jazirah Arab. Nabi Ismail menetap di sana, menikah dengan orang-orang setempat, dan memiliki keturunan. Inilah yang menyebabkan keturunan Nabi Ismail ini disebut dengan al-Arab al-Musta’robah.
Para ulama berpendapat siapapun yang nasabnya sampai kepada Hasyim, maka dia adalah keluarga ahlul bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berbeda dengan orang-orang Syiah yang hanya mengkategorikan ahlul bait Nabi hanya dari anak keturunan Ali dan Fatimah saja.
Ayah dan Ibu Nabi Muhammad
Ayah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hisyam bin Abdu Manaf. Kakek Nabi, Abdul Muthalib, awalnya memiliki anak yang sedikit dan kaumnya meremehkannya. Sebagaiseorang yang ditokohkan namun memiliki anak yang sedikit, padahal parameter kemuliaan di zaman itu adalah banyaknya anak, terutama anak laki-laki. Karena hal itu, Abdul Muthalib bernadzar seandainya dikaruniai 10 orang anak lagi, maka ia akan mengorbankan (menyembelih) salah satu anaknya untuk dipersembahkan kepada Allah.
Saat ia mengundi nama-nama anaknya yang keluar adalah nama Abdullah, padahal Abdullah adalah anak kesayangannya. Orang-orang Quraisy, paman-paman Abdullah dari Bani Makhzum melarang Abdul Muthalib merealisasikan nadzarnya. Akhirnya disepakati 100 onta dikorbankan sebagai ganti Abdullah.
Setelah cukup usia, Abdullah dinikahkan dengan Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Ia adalah perempuan yang paling mulia di kalangan Quraisy, baik dari segi nasab maupun kedudukan sosial.
Beberapa waktu setelah pernikahan keduanya, Abdullah pergi menuju Syam untuk berdagang. Ketika hendak kembali ke Mekah, ia jatuh sakit sehingga ia pun tinggal di tempat paman-pamannya di Madinah. Kemudian Abdullah wafat di kota yang kelak menjadi tempat hijrah anaknya ini. Ia dimakamkan di rumah an-Nabighah al-Ja’di. Saat itu usia Abdullah baru 25 tahun dan ia sedang menanti kelahiran anak pertamanya.
Beberapa tahun kemudian, Aminah menyusul kepergian sang suami. Saat itu anak pertama mereka Muhammad bin Abdullah baru menginjak usia 6 tahun (Ibnu Hisyam: Sirah an-Nabawiyah, 1:156).
Paman dan Bibi Nabi
Abdul Muthalib memiliki 12 orang anak, enam laki-laki dan enam perempuan. Anak-anak Abdul Muthalib yang laki-laki adalah Abbas, Abdullah, Hamzah, Abu Thalib, az-Zubair, al-Harits, Hajl, al-Muqawwim, Dhirar, dan Abu Lahab (namanya adalah Abdul Uzza). Dari nama-nama ini, kita ketahui bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki 6 orang paman.
Empat orang paman beliau menjumpai masa-masa Islam. Mereka adalah Abu Thalib, Abu Lahab, namun keduanya tetap dalam kekufuran mereka, tidak memeluk Islam hingga mereka wafat. Dua orang lainnya adalah Hamzah dan Abbas, keduanya memeluk Islam dan wafat sebagai seorang muslim, radhiallahu ‘anhuma.
Adapun anak-anak perempuan Abdul Muthalib ada enam orang. Mereka adalah Shafiyah, Ummu Hakim al-Baidha, ‘Atikah, Umaimah, Arwa, dan Barrah (Ibnu Hisyam: Sirah an-Nabawiyah, 1:108-110).

Tidak ada komentar

terima kasih telah berkomentar