KISAH KHALIFAH
Kisah Para Khalifah
1. Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq
[Bag.01]
Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu
“Tidak seorang pun yang mempunyai jasa baik kepada kami melainkan kami telah membalasnya kecuali Abu Bakar, sesungguhnya dia mempunyai jasa mulia, Allah yang akan membalasnnya di hari Kiamat. Aku tidak mengambil manfaat dari harta seseorang seperti aku mengambil manfaat dari harta Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengangkat seorang khalil niscaya aku menjadikan Abu Bakar sebagai khalil.” [Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam]
Dia seorang laki-laki berkedudukan agung, berderajat tinggi, beribadah kepada Allah dengan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, berjihad di jalan Allah, dan memberikan seluruh hartanya di jalan Allah.
Dia menolong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat orang-oorang mengabaikan beliau, beriman kepada beliau pada saat orang-orang ingkar kepada beliau, dan membenarkan pada saat orang-orang mendustakan beliau.
Tidak sedikit dari anak-anak kaum muslimin yang tidak mengetahui jasa-jasa besarnya sehingga mereka menzhalimi hak-haknya, meremehkan kedudukannya yang mulia dan tidak menghargai dengan sebenar-benarnya.
Yang berpura-pura tidak mengetahui bukan hanya orang-orang awam semata, bahkan orang-orang khusus dari kalangan para khatib, para pemberi nasihat, para da’i juga para penulis.
Bisa jadi karena dia adalah orang besar di samping orang yang lebih besar, mulia disamping yang lebih mulia, maka kebesaran Sahabatnya shallallahu ‘alaihi wa sallam, kedudukan dan derajatnya menutupi kebesaran , kedudukan dan derajatnya.
Dia adalah Sahabat terbaik tanpa diperselisihkan, matahari tidak terbit dan tidak terbenam setelah para Nabi dan para Rasul atas seorang laki-laki yang lebih baik daripadanya.
Dialah laki-laki yang pertama kali beriman menurut pendapat yang shahih. Dialah seorang laki-laki yang jika imannya ditimbang dengan iman umat maka imannya lebih berat.
Dialah orang yang bersih hati, pemalu, tegas namun pengasih, seorang saudagar yang mulia, pemilik fitrah lurus dan bersih dari noda-noda Jahiliyah dan kegelapan.
Dia mirip dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebuah kemulian besar bisa menyerupai beliau.
Seorang laki-laki bukan layaknya laki-laki, mempunya sejarah hidup bukan layaknya sejarah hidup.
Diajak masuk Islam, diapun menjawab tanpa keraguan, tanpa maju-mundur dan tanpa bimbang.
Dia langsung masuk Islam dengan penuh keyakinan.
Karena para pemilik fitrah yang lurus tidak akan pernah bimbang menerima kebaikan yang diserukan kepadanya.
Bagaimana dia tidak segera menerima Islam sementara dia telah berkawan akrab dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum beliau menjadi Nabi dan Rasul. Dia mengetahui kejujuran beliau, amanah beliau, kebaikan tabiat beliau serta kemulian akhlak beliau.
Dia mengetahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berdusta kepada manusia, mana mungkin beliau berani berdusta atas nama Allah Jalla wa ‘Alaa. Karena itulah ketika dia diajak kepada Allah oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, batinnya mengatakan, “Aku belum pernah mengetahui engkau berdusta.”
Adapun bibirnya mengatakan, “Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.” Lalu dia memberikan tangannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membai’at beliau, jadilah tangan pertama yang diulurkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.[1]
Siapakah Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu?
Dia adalah ‘Abdullah bin ‘Utsman bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay Al Quraisy At Taimi, Abu Bakar ash Shiddiq bin Abi Quhafah. [2]
Dia dilahirkan di Mina, nasabnya bertemu dengan nasab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Murrah.
Di masa Jahiliyyah dia menikah dengan dua wanita: Qutailah binti Abdil Uzza dan Ummu Ruman binti Amir.
Dan dimasa Islam dia menikah dengan dua wanita: Asma’ binti Umais dan Habibah binti Kharijah bin Zaid.
Teladan Bahkan Semasa Jahiliyah
Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu adalah teladan dalam segala bidang –hingga pada masa Jahiliyyah sekalipun- maka jangan heran kalau setelah dia masuk Islam, dia adalah orang terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
“Sebaik-baik kalian di masa Jahiliyyah adalah sebaik-baik kalian di masa Islam jika mereka memahami agamanya.” [3]
Ibnu Ishaq rahimahullah berkata, “Abu Bakar adalah seorang laki-laki yang disukai dan dicintai oleh kaumnya. Dia adalah orang Quraisy yang paling tahu nasab Quraisy, orang Quraisy yang paling mengenal Quraisy dan paling mengenal kebaikan dan keburukan yang ada pada Quraisy. Dia adalah laki-laki pemilik akhlak yang baik. Para petinggi Quraisy mendatanginya dan menyukainya karena ilmu dan perniagaannya serta kepandaiannya dalam bergaul. Orang-orang dari kaumnya yang dia percaya, yang bergaul dan berkawan dengannya dia ajak kepada Allah dan kepada Islam.” [4]
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mengharamkan khamr (minuman keras) atas dirinya pada masa Jahiliyyah. Dia tidak meminumnya sekalipun, tidak pada masa Jahiliyyah, apalagi ketika dia masuk Islam. Hal itu karena pada suatu hari dia melewati seorang laki-laki yang sedang mabuk. Orang mabuk itu meletakkan tangannya pada kotoran manusia lalu mendekatkan tangannya ke hidungnya. Jika dia mencium bau busuknya maka dia menjauhkan tangannya dari hidungnya, maka Abu Bakar mengharamkan khamr atas dirinya.
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu tidak pernah sujud kepada berhala sekalipun.
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu pernah berkata di hadapan beberapa orang Shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aku tidak pernah sujud kepada berhala sekalipun. Ketika itu usiaku mendekati baligh. Ayahku Abu Quhafah, membawaku ke sebuah ruangan miliknya, disana ada berhala-berhala miliknya. Dia berkata kepadaku, ‘Ini adalah tuhan-tuhanmu yang tinggi lagi mulia.’ Lalu dia pergi meninggalkanku. Aku mendekat kepada sebuah berhala, lalu aku berkata, ‘Aku lapar, berilah aku makan.’ Berhala itu tidak menjawab. Aku berkata, ‘Aku tidak berpakaian, berilah aku pakaian.’ Berhala itu tetap tidak menjawab. Maka aku mengambil sebuah batu dan menghantamkan batu itu kepadanya dan ia pun tersungkur.” [5]
Abu Bakar Masuk Islam
Dari Sa’id al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Abu bakar berkata, ‘Bukankah aku lebih berhak atasnya? –maksudnya adalah khilafah- Bukankah aku adalah orang pertama yang masuk Islam? Bukankah aku adalah pemilik ini, bukankah aku adalah pemilik ini?’” [6]
Imam as Suyuthi rahimahullah berkata, “Ada yang berkata bahwa orang pertama yang masuk Islam adalah Ali, yang lain mengatakan: Khadijah. Pendapat-pendapat ini bisa digabungkan dengan mengatakan Abu Bakar adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan laki-laki dewasa, Ali dari kalangan anak muda, dan Khadijah dari kalangan kaum wanita. Orang pertama yang melakukan penggabungan ini adalah Imam Abu Hanifah rahimahullah.’”[7]
Begitu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu masuk Islam, dia langsung memikul amanat agama di atas pundaknya, dia mulai berdakwah mengajak manusia kepada agama Allah Jall wa ‘Alaa. Ditangannya, masuk Islamlah enak orang dari sepuluh orang Sahabat yang dijamin masuk Surga.
Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu akan datang pada hari kiamat, sedangkan enam orang itu dalam timbangan kebaikannya.
Bahkan telah masuk Islam melalui tangannya orang-orang dalam jumlah besar selain enam orang mulian lagi suci tersebut.
Demikianlah semestinya seorang da’i, dia memikul kewajiban berdakwah kepada orang-orang di sekitarnyaaaaa, khawatir mereka akan ditimpa adzab Allah sehingga dia membimbing mereka menuju ridha Allah dan Surga-Nya
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Memberinya Gelar ‘ATIIQ
Di antara keutamaan Abu Bakar adalah Al Habib shallallahu ‘alaihi wa sallam, memberikan gelar ‘Atiiq kepadanya.
Dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku sedang berada dalam rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan para Sahabat berada di halaman. Di antara aku dengan mereka terdapat kain pembatas. Tiba-tiba Abu Bakar datang, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Barang siapa yang ingin melihat seorang ‘Atiiq (yang dibebaskan) dari api Neraka, hendaklah dia melihat orang ini.”
Nama Abu Bakar dari keluarganya adalah ‘Abdullah bin ‘Utsmman bin ‘Amir, namun nama ‘Atiiq lebih kesohor.[8]
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Abu Bakar datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Bergembiralah! Engkau adalah ‘Atiiqullah (orang yang dibebaskan oleh Allah) dari api neraka.’”
Saya (Aisyah) berkata: maka sejak saat itu dia dikenal dengan ‘Atiiq.’” [9]
Sebagian Dari Keutamaan & Keunggulan Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya orang yang paling berjasa kepada dalam persahabatan dan hartanya adalah Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengangkat seorang khalid (kekasih) selain Rabb-ku, niscaya aku mengangkat Abu Bakar (sebagai khalil), akan tetapi (yang ada adalah) persaudaraan Islam dan kasih sayangnya. Tidak tersisa sebuah masjid kecuali ia ditutup selain pintu Abu Bakar. [10]
Dari Anas bin Malik radhiyallahuy ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Umatku yang paling sayang kepada kepada umatku adalah Abu Bakar, yang paling kuat karena Allah adalah ‘Umar, yang paling besar rasa malunya adalah ‘Utsman dan yang paling menguasai peradilan adalah ‘Ali…’” [11]
Dalam sebuah riwayat:
“Umatku yang paling belas kasihan kepada umatku adalah Abu Bakar…” [12]
Dari Abu Sa’id al Khudry radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
“Sesungguhnya penghuni derajat-derajat yang tinggi terlihat di atas mereka seperti kalian melihat bintang yang bersinar di langit. Sesungguhnya Abu Bakar dan Umar termasuk mereka dan keduanya dalam kenikmatan. [13]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak seorangpun yang mempunyai jasa baik kepada kami kecuali kami telah kami telah membalasnya kecuali Abu Bakar, sesungguhnya dia mempunyai jasa mulia, Allah yang akan membalasnya di hari Kiamat. Aku tidak mengambil manfaat dari harta seseorang seperti aku mengambil manfaat dari harta Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengangkat seorang khalil niscaya aku menjadikan Abu Bakar sebagai khalil. Dan sesungguhnya shahabat kalian ini adalah khaliilullaah (kekasih Allah).” [14]
Dari Jabi bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Abu Bakar dan Umar dalam agama ini kedudukannya seperti pendengaran dan penglihatan bagi kepala.” [15]
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Teladanilah dua orang sepeninggalku dari para Sahabatku: Abu Bakar dan Umar…” [16]
Dari Abu Bakar bahwa suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang bermimpi tadi malam?” Maka seorang laki-laki berkata, “Saya, saya melihat dalam mimpi sebuah timbangan turun dari langit. Lalu engkau dengan Abu Bakar ditimbang maka engkau lebih berat daripada Abu Bakar. Umar dan Abu Bakar ditimbang maka Abu Bakar lebih berat daripada Umar. Umar ditimbang daripada Utsman maka Umar lebih berat daripada Utsman. Kemudian timbangan itu diangkat.” Dia berkata, “Kami melihat rasa tidak suka pada wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[17]
Disini terlihat keutamaan Abu Bakar atas Umar dan orang-orang setelahnya. Ucapannya, “Kami melihat rasa tidak suka pada wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Dikatakan dalam Tuhfatul Ahwadzi, “Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui bahwa makna mimpi diangkatnya timbangan adalah menurunnya nilai segala perkara dan munculnya fitnah-fitnah pasca khilafah Umar. Makana salah satu lebih berat atas yang lain adalah bahwa yang lebih berat adalah yang lebih baik.
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bahwa pada suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat kepada Abu Bakar dan Umar, maka beliau bersabda:
“Dua orang ini adalah sayyid (penghulu) orang-orang dewasa penduduk surga dari kalangan orang-orang terdahulu dan orang-orang yang datang kemudian, kecuali para Nabi dan para Rasul. Ajngan katakan hal ini kepada mereka berdua, wahai Ali.” [18]
Dari Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Abu Bakar disurga, Umar disurga, Utsman disruga, Ali disurga, Thalhah disurga, Az Zubair disurga, Abdurrahman bin Auf disurga, Sa’ad bin Abi Waqqash disurga, Sa’id bin Zaid di surga, dan Abu Ubaidah disurga.”[19]
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Abu Bakar:
“Engkau adalah sahabatku di haudh (telaga) dan sahabatku di gua.” [20]
Pengarang Tuhfatul Ahwadzi berkata, “(Sabda Nabi), “Engkau adalah sahabaku di hauds.” Yakni, telaga Al Kautsar. “dan Sahabatku di gua.” Yakni, gua yang berada di gunung Tsur tempat keduanya bersembunyi didalamnya ketika keduanya hijrah ke Madinah.”
Dari Abu Bakar ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Aku berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berada di dalam gua, ‘Seandainya seorang di antara mereka melihat ke kedua kakinya, niscaya akan melihat kita, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Apa dugaanmu, wahai Abu Bakar dengan dua orang, sedangkan yang ketiganya adalah Allah.”[21]
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami memilih siapa yang terbaik pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka kami memilih Abu Bakar kemudian Umar kemudian Utsman radhiyallahu ‘anhuma.” [22]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Aku tidak mengambil manfaat dari harta seseorang seperti aku mengambil manfaat dari harta Abu Bakar.’
Maka Abu Bakar menangis seraya berkata, “Bukankah diriku dan hartaku hanya untukmu ya Rasulullah?’” [23]
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam naik ke Gunung Uhud bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman lalu Uhud berguncang, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tenanglah wahai Uhud, diatasmu hanyalah seorang Nabi, Shiddiq dan dua orang syahid.” [24]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sebaik-naik laki-laki adalah Abu Bakar, sebaik-baik laki-laki adalah Umar…” [25]
Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwa dia berwudhu dirumahnya…Abu Musa berkata, makaaku berkata, ‘Sepanjang hari ini aku akan mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku akan selalu bersama beliau. Lalu aku datang ke masjid. Disana aku bertanya tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang menjawab, ‘Beliau keluar dari arah ini dan ini.’ Maka aku menuju arah yang mereka tunjuk. Aku bertanya tentang beliau, ternyata beliau masuk ke sumur Aris. Aku duduk di pintu dan pintunya dari pelepah kurma. Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelesaikan keperluannya dan berwudhu, aku berdiri kepada beliau, ternyata beliau sedang duduk di atas sumur Aris. Beliau duduk ditepiannya membuka kedua betisnya dan menjulurkannya kedalam sumur. Aku memberi salam kepada beliau lalu aku beranjak. Aku duduk di pintu, aku berkata, ‘Hari ii aku akan menjadi penjaga pintu bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Lalu Abu Bakar datang. Dia mendorong pintu, lalu aku bertanya, ‘Siapa?’ Dia menjawab, ‘Abu Bakar.’ Aku berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, Abu Bakar minta izin.’ Nabi bersabda, ‘Izinkan untuknya, dan sampaikan kabar gembira kepadanya dengan Surga.’ Aku kembali ke pintu lalu aku berkata kepada Abu Bakar, ‘Masuklah, dan Rasulullah telah memberimu kabar gembira dengan surga.’ Maka Abu Bakar masuk dan duduk disebelah kanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dipinggir sumur dengan menjulurkan kedua kakinya ke dalam sumur seperti yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan membuka kedua betisnya…” [26]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ketika seorang penggembala bersama domba-dombanya, datanglah seorang serigala dan menyerangnya. Ia mengambil seekor domba , maka penggembala itu mengejarnya. Maka serigala itu menoleh kepada penggembala itu lalu berkata, “Siapa yang akan menjaganya pada hari binatang buas?”[27] pada hari itu tidak ada gembala selain aku.” Ketika seorang laki-laki menggiring seekor sapi, sedangkan sapi itu menoleh kepadanya dan berbicara, “Sesungguhnya aku tidak diciptakan untuk ini, tetapi aku diciptakan untuk membajak sawah.’ Maka orang-orang berkata, ‘Subhanallaah..’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku, Abu Bakar dan Umar bin Al Khaththab beriman kepada semua itu.” [28]
Dari Ibnu Abi Mulaikah rahimahullah bahwa dia mendengar Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Umar diletakkan diatas ranjang kematian (setelah ditikam). Orang-orang berdatangan untuk mendoakan dan menshalatkan sebelum dia diangkat. Aku berada di antara hadirin, tiba-tiba aku dikejutkan oleh seorang laki-laki yang memegang pundakku,ternyata dia adalah Ali bin Abi Thalib. Dia mendoakan Umar agar dirahmati Allah dan dia berkata, “Engkau tidak meninggalkan seorang pun yang lebih aku sukai untuk bertemu Allah dengan membawa seperti amalannya selain dirimu. Demi Allah, aku benar-benar yakin bahwa Allah akan menjadikanmu bersama kedua sahabatmu. Aku sering mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Aku pergi bersama Abu Bakar dan Umar, Aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar dan aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar.’ [29]
Kedudukan Ash Shiddiq di Sisi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku sedang duduk bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tiba-tiba Abu Bakar datang tergopoh-gopoh sambil memegang ujung kainnya sehingga lututnya terlihat. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Sahabat kalian menghadapi masalah penting.’ Maka Abu Bakar mengucapkan salam lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, antara aku dengan Ibnul Khaththab telah terjadi sesuatu. Aku terlanjur menghinanya, kemudian aku menyesal. Aku memintanya untuk memaafkanku namun dia tidak berkenan. Maka aku datang kesini.’
Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Semoga Allah mengampunimu, wahai Abu Bakar.’
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengulangnya tiga kali. Kemudian Umar menyesal. Dia datang ke rumah Abu Bakar dan bertanya, ‘Apakah Abu Bakar ada disini? Keluarganya menjawab, ‘Tidak.’ Maka Umar datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sementara wajah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berubah menjadi marah, sampai-sampai Abu Bakar merasa kasihan kepada Umar. Abu Bakar berlutut dan berkata, ‘Ya Rasulullah, akulah yang berbuat salah…aku lah yang berbuat salah.’ Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
‘Sesungguhnya Allah mengutusku kepada kalian lalu kalian berkata, ‘Engkau berdusta.’ Tetapi Abu Bakar berkata, ‘Dia benar.’ Abu Bakar telah membantuku dengan jiwa dan hartanya, apakah kalian berkenan membiarkan sahabatku untukku? apakah kalian berkenan membiarkan sahabatku untukku?
Maka setelah itu tidak ada yang berani menyakiti Abu Bakar.” [30]
Dari Muhammad bin Sirin rahimahullah, ia berkata, “Anas bin Malik ditanya tentang semir Rambut Rasulullah, maka dia berkata, ‘Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak tumbuh uban kecuali sedikit, akan tetapi Abu Bakar dan Umar sepeninggal beliau telah mewarnai rambut ekduanya dengan henna dan katam.’ Anas berkata, ‘Abu Bakar membawa ayahnya, Abu Quhafah, kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari Fat-hu Makkah. Abu Bakar menggendongnya hingga dia meletakkannya di depan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada Abu Bakar, ‘Seandainya engkau membiarkan orang tuamu dirumah, niscaya kami yang akan datang kepadanya.’ Hal itu beliau katakan untuk menghormati Abu Bakar. Maka Abu Quhafah masuk Islam sementara rambut dan jenggotnya putih seperti pohon Tsagamah, Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Ubahlah keduanya tetapi jangan dengan warna hitam.’”[31]
Dari ‘Amr bin Al Ash radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Ya Rasulullah, siapa orang yang paling engkau cintai?’ Beliau menjawab, ‘Aisyah.’ Aku bertanya, ‘Dari Kaum laki-laki?’ Beliau menjawab, ‘Ayahnya.’”[32]
Foot Note:
[1] dari kaset berjudul Shuwar wa ‘Ibar karya Syaikh ‘Ali Al Qarni
[2] Thabaqaat Ibni Sa’ad (III/125-126), Al Isti’aab (III/963), dan Al Ishaabah (II/417)
[3] Diriwayatkan oleh Al Bukhari no.3353, 3374 dan Muslim no.2378 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Shahiihul Jaami’ no.3267
[4] As Siirah karya Ibnu Hisyam (1/211)
[5] At Tariikh al Islaami karya Mahmud Syakir (III/31)
[6] HR.Tirmidzi no.3667 dari Abu Sa’id al Khudry radhiyallahu ‘anhu. Dishahiihkan oelh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahiih Sunan At Tirmidzi no.2898
[7] Tariikh Al Khulafaa’ hal.34
[8] HR.At Tirmidzi no.3679. Ath Thabarani dalam Al Kabiir no.9, Al Hakim dalam al Mustadrak (II/415), Al Haitsami menyebutkannya dalam Al Majmaa’ (IX/40) dan dia berkata, “Rawi-rawi keduanya tsiqat.” As Suyuthi menyebut dalam Al Jaamiul Kabiir no.438 bahwa Ibnu Katsir menisbatkannya kepada Abu Nu’aim dan dia berkata, Ibnu Katsir berkata, “Sanadnya jayyid.”
[9] HR.Tirmidzi no.3679, kitab Al Maaqib bab Manaaqib Abi Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam ash Shahiihah no.1574
[10] HR.Bukhari & Muslim
[11] HR.Imam Ahmad, At Tirmidzi, Ibnu Majah dan An Nasa’i. Dishahiikan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiihul Jaami no.895
[12] Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dari Ibnu Umar. Dishahiikan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiihul Jaami no.868
[13] HR.Imam Ahmad , At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban. Dishahiikan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiihul Jaami no.2030
[14] HR.At Tirmidzi dan Dishahiikan oleh Syaikh Al Albani Shahiih Sunan at Tirmidzi no.2894
[15] Syaikh Al Albani berkata dalam ash Shahihah no.815, “Sanad ini adalah hasan, rawi-rawinya tsiqah.”
[16] HR. At Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud. Dishahiikan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiihul Jaami no.1144
[17] HR.Abu Dawud, kitab as Sunnah. At Tirmidzi kitab ar Ru’ya. Dishahiikan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiih Sunan Abi Dawud no.3875
[18] HR.At Tirmidzi no.3666 kitab Manaaqib. Syaikh Al Albani berkata dalam ash Shahihah no.824, “Sesungguhnya hadits ini dengan sejumlah jalan periwayatannya adalah shahih tanpa diragukan.”
[19]HR.At Tirmidzi. Dishahiikan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiihul Jaami no.50
[20] HR.Tirmidzi secara mursal, dia berkata, “Hasan shahih.”
[21] HR.Bukhari, Muslim dan at Tirmidzi
[22] HR.Bukhari & Ahmad
[23] HR.Ahmad, Ibnu Majah. Dishahiikan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiihul Jaami no.5808
[24] HR.Bukhari, Abu Dawud dan at Tirmidzi
[25] HR.Tirmidzi dan Ahmad. Dishahiikan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiihul Jaami no.6770
[26] HR.Bukhari dan Muslim
[27] Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari (VII/27) berkata, “Ad Dawudi berkata, “Maknanya, siapa yang akan menjaganya pada saat binatang buas yaitu singa menyerangnya lalu engkau lari meninggalkannya dan ia pun mengambil mangsanya, pada saat itu aku yang akan menggantikannya, tidak ada penggembala baginya selain aku.” Dikatakan, hal itu terjadi pada saat manusia sibuk dengan fitnah-fitnah sehingga domba-domba dibiarkan, akibatnya binatang buas memangsanya dan serigala seolah-olah menjadi penggembala karena ia sendirian.”
[28] HR.Bukhari, Muslim dan At Tirmidzi
[29] HR.Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah.
[30] HR.Bukhari no.3661
[31] HR.Ahmad III/160, Abu Ya’la no.2831, Ibnu Hibban no.1476, dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam as Sililah ash Shahihah no.496
[32] HR.Muslim no.2384 dan At Tirmidzi no.3885
1. Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq
[Bag.01]
Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu
“Tidak seorang pun yang mempunyai jasa baik kepada kami melainkan kami telah membalasnya kecuali Abu Bakar, sesungguhnya dia mempunyai jasa mulia, Allah yang akan membalasnnya di hari Kiamat. Aku tidak mengambil manfaat dari harta seseorang seperti aku mengambil manfaat dari harta Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengangkat seorang khalil niscaya aku menjadikan Abu Bakar sebagai khalil.” [Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam]
Dia seorang laki-laki berkedudukan agung, berderajat tinggi, beribadah kepada Allah dengan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, berjihad di jalan Allah, dan memberikan seluruh hartanya di jalan Allah.
Dia menolong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat orang-oorang mengabaikan beliau, beriman kepada beliau pada saat orang-orang ingkar kepada beliau, dan membenarkan pada saat orang-orang mendustakan beliau.
Tidak sedikit dari anak-anak kaum muslimin yang tidak mengetahui jasa-jasa besarnya sehingga mereka menzhalimi hak-haknya, meremehkan kedudukannya yang mulia dan tidak menghargai dengan sebenar-benarnya.
Yang berpura-pura tidak mengetahui bukan hanya orang-orang awam semata, bahkan orang-orang khusus dari kalangan para khatib, para pemberi nasihat, para da’i juga para penulis.
Bisa jadi karena dia adalah orang besar di samping orang yang lebih besar, mulia disamping yang lebih mulia, maka kebesaran Sahabatnya shallallahu ‘alaihi wa sallam, kedudukan dan derajatnya menutupi kebesaran , kedudukan dan derajatnya.
Dia adalah Sahabat terbaik tanpa diperselisihkan, matahari tidak terbit dan tidak terbenam setelah para Nabi dan para Rasul atas seorang laki-laki yang lebih baik daripadanya.
Dialah laki-laki yang pertama kali beriman menurut pendapat yang shahih. Dialah seorang laki-laki yang jika imannya ditimbang dengan iman umat maka imannya lebih berat.
Dialah orang yang bersih hati, pemalu, tegas namun pengasih, seorang saudagar yang mulia, pemilik fitrah lurus dan bersih dari noda-noda Jahiliyah dan kegelapan.
Dia mirip dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebuah kemulian besar bisa menyerupai beliau.
Seorang laki-laki bukan layaknya laki-laki, mempunya sejarah hidup bukan layaknya sejarah hidup.
Diajak masuk Islam, diapun menjawab tanpa keraguan, tanpa maju-mundur dan tanpa bimbang.
Dia langsung masuk Islam dengan penuh keyakinan.
Karena para pemilik fitrah yang lurus tidak akan pernah bimbang menerima kebaikan yang diserukan kepadanya.
Bagaimana dia tidak segera menerima Islam sementara dia telah berkawan akrab dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum beliau menjadi Nabi dan Rasul. Dia mengetahui kejujuran beliau, amanah beliau, kebaikan tabiat beliau serta kemulian akhlak beliau.
Dia mengetahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berdusta kepada manusia, mana mungkin beliau berani berdusta atas nama Allah Jalla wa ‘Alaa. Karena itulah ketika dia diajak kepada Allah oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, batinnya mengatakan, “Aku belum pernah mengetahui engkau berdusta.”
Adapun bibirnya mengatakan, “Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.” Lalu dia memberikan tangannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membai’at beliau, jadilah tangan pertama yang diulurkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.[1]
Siapakah Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu?
Dia adalah ‘Abdullah bin ‘Utsman bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay Al Quraisy At Taimi, Abu Bakar ash Shiddiq bin Abi Quhafah. [2]
Dia dilahirkan di Mina, nasabnya bertemu dengan nasab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Murrah.
Di masa Jahiliyyah dia menikah dengan dua wanita: Qutailah binti Abdil Uzza dan Ummu Ruman binti Amir.
Dan dimasa Islam dia menikah dengan dua wanita: Asma’ binti Umais dan Habibah binti Kharijah bin Zaid.
Teladan Bahkan Semasa Jahiliyah
Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu adalah teladan dalam segala bidang –hingga pada masa Jahiliyyah sekalipun- maka jangan heran kalau setelah dia masuk Islam, dia adalah orang terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
“Sebaik-baik kalian di masa Jahiliyyah adalah sebaik-baik kalian di masa Islam jika mereka memahami agamanya.” [3]
Ibnu Ishaq rahimahullah berkata, “Abu Bakar adalah seorang laki-laki yang disukai dan dicintai oleh kaumnya. Dia adalah orang Quraisy yang paling tahu nasab Quraisy, orang Quraisy yang paling mengenal Quraisy dan paling mengenal kebaikan dan keburukan yang ada pada Quraisy. Dia adalah laki-laki pemilik akhlak yang baik. Para petinggi Quraisy mendatanginya dan menyukainya karena ilmu dan perniagaannya serta kepandaiannya dalam bergaul. Orang-orang dari kaumnya yang dia percaya, yang bergaul dan berkawan dengannya dia ajak kepada Allah dan kepada Islam.” [4]
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mengharamkan khamr (minuman keras) atas dirinya pada masa Jahiliyyah. Dia tidak meminumnya sekalipun, tidak pada masa Jahiliyyah, apalagi ketika dia masuk Islam. Hal itu karena pada suatu hari dia melewati seorang laki-laki yang sedang mabuk. Orang mabuk itu meletakkan tangannya pada kotoran manusia lalu mendekatkan tangannya ke hidungnya. Jika dia mencium bau busuknya maka dia menjauhkan tangannya dari hidungnya, maka Abu Bakar mengharamkan khamr atas dirinya.
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu tidak pernah sujud kepada berhala sekalipun.
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu pernah berkata di hadapan beberapa orang Shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aku tidak pernah sujud kepada berhala sekalipun. Ketika itu usiaku mendekati baligh. Ayahku Abu Quhafah, membawaku ke sebuah ruangan miliknya, disana ada berhala-berhala miliknya. Dia berkata kepadaku, ‘Ini adalah tuhan-tuhanmu yang tinggi lagi mulia.’ Lalu dia pergi meninggalkanku. Aku mendekat kepada sebuah berhala, lalu aku berkata, ‘Aku lapar, berilah aku makan.’ Berhala itu tidak menjawab. Aku berkata, ‘Aku tidak berpakaian, berilah aku pakaian.’ Berhala itu tetap tidak menjawab. Maka aku mengambil sebuah batu dan menghantamkan batu itu kepadanya dan ia pun tersungkur.” [5]
Abu Bakar Masuk Islam
Dari Sa’id al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Abu bakar berkata, ‘Bukankah aku lebih berhak atasnya? –maksudnya adalah khilafah- Bukankah aku adalah orang pertama yang masuk Islam? Bukankah aku adalah pemilik ini, bukankah aku adalah pemilik ini?’” [6]
Imam as Suyuthi rahimahullah berkata, “Ada yang berkata bahwa orang pertama yang masuk Islam adalah Ali, yang lain mengatakan: Khadijah. Pendapat-pendapat ini bisa digabungkan dengan mengatakan Abu Bakar adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan laki-laki dewasa, Ali dari kalangan anak muda, dan Khadijah dari kalangan kaum wanita. Orang pertama yang melakukan penggabungan ini adalah Imam Abu Hanifah rahimahullah.’”[7]
Begitu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu masuk Islam, dia langsung memikul amanat agama di atas pundaknya, dia mulai berdakwah mengajak manusia kepada agama Allah Jall wa ‘Alaa. Ditangannya, masuk Islamlah enak orang dari sepuluh orang Sahabat yang dijamin masuk Surga.
Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu akan datang pada hari kiamat, sedangkan enam orang itu dalam timbangan kebaikannya.
Bahkan telah masuk Islam melalui tangannya orang-orang dalam jumlah besar selain enam orang mulian lagi suci tersebut.
Demikianlah semestinya seorang da’i, dia memikul kewajiban berdakwah kepada orang-orang di sekitarnyaaaaa, khawatir mereka akan ditimpa adzab Allah sehingga dia membimbing mereka menuju ridha Allah dan Surga-Nya
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Memberinya Gelar ‘ATIIQ
Di antara keutamaan Abu Bakar adalah Al Habib shallallahu ‘alaihi wa sallam, memberikan gelar ‘Atiiq kepadanya.
Dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku sedang berada dalam rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan para Sahabat berada di halaman. Di antara aku dengan mereka terdapat kain pembatas. Tiba-tiba Abu Bakar datang, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Barang siapa yang ingin melihat seorang ‘Atiiq (yang dibebaskan) dari api Neraka, hendaklah dia melihat orang ini.”
Nama Abu Bakar dari keluarganya adalah ‘Abdullah bin ‘Utsmman bin ‘Amir, namun nama ‘Atiiq lebih kesohor.[8]
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Abu Bakar datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Bergembiralah! Engkau adalah ‘Atiiqullah (orang yang dibebaskan oleh Allah) dari api neraka.’”
Saya (Aisyah) berkata: maka sejak saat itu dia dikenal dengan ‘Atiiq.’” [9]
Sebagian Dari Keutamaan & Keunggulan Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya orang yang paling berjasa kepada dalam persahabatan dan hartanya adalah Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengangkat seorang khalid (kekasih) selain Rabb-ku, niscaya aku mengangkat Abu Bakar (sebagai khalil), akan tetapi (yang ada adalah) persaudaraan Islam dan kasih sayangnya. Tidak tersisa sebuah masjid kecuali ia ditutup selain pintu Abu Bakar. [10]
Dari Anas bin Malik radhiyallahuy ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Umatku yang paling sayang kepada kepada umatku adalah Abu Bakar, yang paling kuat karena Allah adalah ‘Umar, yang paling besar rasa malunya adalah ‘Utsman dan yang paling menguasai peradilan adalah ‘Ali…’” [11]
Dalam sebuah riwayat:
“Umatku yang paling belas kasihan kepada umatku adalah Abu Bakar…” [12]
Dari Abu Sa’id al Khudry radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
“Sesungguhnya penghuni derajat-derajat yang tinggi terlihat di atas mereka seperti kalian melihat bintang yang bersinar di langit. Sesungguhnya Abu Bakar dan Umar termasuk mereka dan keduanya dalam kenikmatan. [13]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak seorangpun yang mempunyai jasa baik kepada kami kecuali kami telah kami telah membalasnya kecuali Abu Bakar, sesungguhnya dia mempunyai jasa mulia, Allah yang akan membalasnya di hari Kiamat. Aku tidak mengambil manfaat dari harta seseorang seperti aku mengambil manfaat dari harta Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengangkat seorang khalil niscaya aku menjadikan Abu Bakar sebagai khalil. Dan sesungguhnya shahabat kalian ini adalah khaliilullaah (kekasih Allah).” [14]
Dari Jabi bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Abu Bakar dan Umar dalam agama ini kedudukannya seperti pendengaran dan penglihatan bagi kepala.” [15]
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Teladanilah dua orang sepeninggalku dari para Sahabatku: Abu Bakar dan Umar…” [16]
Dari Abu Bakar bahwa suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang bermimpi tadi malam?” Maka seorang laki-laki berkata, “Saya, saya melihat dalam mimpi sebuah timbangan turun dari langit. Lalu engkau dengan Abu Bakar ditimbang maka engkau lebih berat daripada Abu Bakar. Umar dan Abu Bakar ditimbang maka Abu Bakar lebih berat daripada Umar. Umar ditimbang daripada Utsman maka Umar lebih berat daripada Utsman. Kemudian timbangan itu diangkat.” Dia berkata, “Kami melihat rasa tidak suka pada wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[17]
Disini terlihat keutamaan Abu Bakar atas Umar dan orang-orang setelahnya. Ucapannya, “Kami melihat rasa tidak suka pada wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Dikatakan dalam Tuhfatul Ahwadzi, “Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui bahwa makna mimpi diangkatnya timbangan adalah menurunnya nilai segala perkara dan munculnya fitnah-fitnah pasca khilafah Umar. Makana salah satu lebih berat atas yang lain adalah bahwa yang lebih berat adalah yang lebih baik.
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bahwa pada suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat kepada Abu Bakar dan Umar, maka beliau bersabda:
“Dua orang ini adalah sayyid (penghulu) orang-orang dewasa penduduk surga dari kalangan orang-orang terdahulu dan orang-orang yang datang kemudian, kecuali para Nabi dan para Rasul. Ajngan katakan hal ini kepada mereka berdua, wahai Ali.” [18]
Dari Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Abu Bakar disurga, Umar disurga, Utsman disruga, Ali disurga, Thalhah disurga, Az Zubair disurga, Abdurrahman bin Auf disurga, Sa’ad bin Abi Waqqash disurga, Sa’id bin Zaid di surga, dan Abu Ubaidah disurga.”[19]
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Abu Bakar:
“Engkau adalah sahabatku di haudh (telaga) dan sahabatku di gua.” [20]
Pengarang Tuhfatul Ahwadzi berkata, “(Sabda Nabi), “Engkau adalah sahabaku di hauds.” Yakni, telaga Al Kautsar. “dan Sahabatku di gua.” Yakni, gua yang berada di gunung Tsur tempat keduanya bersembunyi didalamnya ketika keduanya hijrah ke Madinah.”
Dari Abu Bakar ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Aku berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berada di dalam gua, ‘Seandainya seorang di antara mereka melihat ke kedua kakinya, niscaya akan melihat kita, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Apa dugaanmu, wahai Abu Bakar dengan dua orang, sedangkan yang ketiganya adalah Allah.”[21]
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami memilih siapa yang terbaik pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka kami memilih Abu Bakar kemudian Umar kemudian Utsman radhiyallahu ‘anhuma.” [22]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Aku tidak mengambil manfaat dari harta seseorang seperti aku mengambil manfaat dari harta Abu Bakar.’
Maka Abu Bakar menangis seraya berkata, “Bukankah diriku dan hartaku hanya untukmu ya Rasulullah?’” [23]
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam naik ke Gunung Uhud bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman lalu Uhud berguncang, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tenanglah wahai Uhud, diatasmu hanyalah seorang Nabi, Shiddiq dan dua orang syahid.” [24]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sebaik-naik laki-laki adalah Abu Bakar, sebaik-baik laki-laki adalah Umar…” [25]
Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwa dia berwudhu dirumahnya…Abu Musa berkata, makaaku berkata, ‘Sepanjang hari ini aku akan mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku akan selalu bersama beliau. Lalu aku datang ke masjid. Disana aku bertanya tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang menjawab, ‘Beliau keluar dari arah ini dan ini.’ Maka aku menuju arah yang mereka tunjuk. Aku bertanya tentang beliau, ternyata beliau masuk ke sumur Aris. Aku duduk di pintu dan pintunya dari pelepah kurma. Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelesaikan keperluannya dan berwudhu, aku berdiri kepada beliau, ternyata beliau sedang duduk di atas sumur Aris. Beliau duduk ditepiannya membuka kedua betisnya dan menjulurkannya kedalam sumur. Aku memberi salam kepada beliau lalu aku beranjak. Aku duduk di pintu, aku berkata, ‘Hari ii aku akan menjadi penjaga pintu bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Lalu Abu Bakar datang. Dia mendorong pintu, lalu aku bertanya, ‘Siapa?’ Dia menjawab, ‘Abu Bakar.’ Aku berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, Abu Bakar minta izin.’ Nabi bersabda, ‘Izinkan untuknya, dan sampaikan kabar gembira kepadanya dengan Surga.’ Aku kembali ke pintu lalu aku berkata kepada Abu Bakar, ‘Masuklah, dan Rasulullah telah memberimu kabar gembira dengan surga.’ Maka Abu Bakar masuk dan duduk disebelah kanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dipinggir sumur dengan menjulurkan kedua kakinya ke dalam sumur seperti yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan membuka kedua betisnya…” [26]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ketika seorang penggembala bersama domba-dombanya, datanglah seorang serigala dan menyerangnya. Ia mengambil seekor domba , maka penggembala itu mengejarnya. Maka serigala itu menoleh kepada penggembala itu lalu berkata, “Siapa yang akan menjaganya pada hari binatang buas?”[27] pada hari itu tidak ada gembala selain aku.” Ketika seorang laki-laki menggiring seekor sapi, sedangkan sapi itu menoleh kepadanya dan berbicara, “Sesungguhnya aku tidak diciptakan untuk ini, tetapi aku diciptakan untuk membajak sawah.’ Maka orang-orang berkata, ‘Subhanallaah..’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku, Abu Bakar dan Umar bin Al Khaththab beriman kepada semua itu.” [28]
Dari Ibnu Abi Mulaikah rahimahullah bahwa dia mendengar Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Umar diletakkan diatas ranjang kematian (setelah ditikam). Orang-orang berdatangan untuk mendoakan dan menshalatkan sebelum dia diangkat. Aku berada di antara hadirin, tiba-tiba aku dikejutkan oleh seorang laki-laki yang memegang pundakku,ternyata dia adalah Ali bin Abi Thalib. Dia mendoakan Umar agar dirahmati Allah dan dia berkata, “Engkau tidak meninggalkan seorang pun yang lebih aku sukai untuk bertemu Allah dengan membawa seperti amalannya selain dirimu. Demi Allah, aku benar-benar yakin bahwa Allah akan menjadikanmu bersama kedua sahabatmu. Aku sering mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Aku pergi bersama Abu Bakar dan Umar, Aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar dan aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar.’ [29]
Kedudukan Ash Shiddiq di Sisi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku sedang duduk bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tiba-tiba Abu Bakar datang tergopoh-gopoh sambil memegang ujung kainnya sehingga lututnya terlihat. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Sahabat kalian menghadapi masalah penting.’ Maka Abu Bakar mengucapkan salam lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, antara aku dengan Ibnul Khaththab telah terjadi sesuatu. Aku terlanjur menghinanya, kemudian aku menyesal. Aku memintanya untuk memaafkanku namun dia tidak berkenan. Maka aku datang kesini.’
Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Semoga Allah mengampunimu, wahai Abu Bakar.’
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengulangnya tiga kali. Kemudian Umar menyesal. Dia datang ke rumah Abu Bakar dan bertanya, ‘Apakah Abu Bakar ada disini? Keluarganya menjawab, ‘Tidak.’ Maka Umar datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sementara wajah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berubah menjadi marah, sampai-sampai Abu Bakar merasa kasihan kepada Umar. Abu Bakar berlutut dan berkata, ‘Ya Rasulullah, akulah yang berbuat salah…aku lah yang berbuat salah.’ Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
‘Sesungguhnya Allah mengutusku kepada kalian lalu kalian berkata, ‘Engkau berdusta.’ Tetapi Abu Bakar berkata, ‘Dia benar.’ Abu Bakar telah membantuku dengan jiwa dan hartanya, apakah kalian berkenan membiarkan sahabatku untukku? apakah kalian berkenan membiarkan sahabatku untukku?
Maka setelah itu tidak ada yang berani menyakiti Abu Bakar.” [30]
Dari Muhammad bin Sirin rahimahullah, ia berkata, “Anas bin Malik ditanya tentang semir Rambut Rasulullah, maka dia berkata, ‘Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak tumbuh uban kecuali sedikit, akan tetapi Abu Bakar dan Umar sepeninggal beliau telah mewarnai rambut ekduanya dengan henna dan katam.’ Anas berkata, ‘Abu Bakar membawa ayahnya, Abu Quhafah, kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari Fat-hu Makkah. Abu Bakar menggendongnya hingga dia meletakkannya di depan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada Abu Bakar, ‘Seandainya engkau membiarkan orang tuamu dirumah, niscaya kami yang akan datang kepadanya.’ Hal itu beliau katakan untuk menghormati Abu Bakar. Maka Abu Quhafah masuk Islam sementara rambut dan jenggotnya putih seperti pohon Tsagamah, Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Ubahlah keduanya tetapi jangan dengan warna hitam.’”[31]
Dari ‘Amr bin Al Ash radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Ya Rasulullah, siapa orang yang paling engkau cintai?’ Beliau menjawab, ‘Aisyah.’ Aku bertanya, ‘Dari Kaum laki-laki?’ Beliau menjawab, ‘Ayahnya.’”[32]
Foot Note:
[1] dari kaset berjudul Shuwar wa ‘Ibar karya Syaikh ‘Ali Al Qarni
[2] Thabaqaat Ibni Sa’ad (III/125-126), Al Isti’aab (III/963), dan Al Ishaabah (II/417)
[3] Diriwayatkan oleh Al Bukhari no.3353, 3374 dan Muslim no.2378 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Shahiihul Jaami’ no.3267
[4] As Siirah karya Ibnu Hisyam (1/211)
[5] At Tariikh al Islaami karya Mahmud Syakir (III/31)
[6] HR.Tirmidzi no.3667 dari Abu Sa’id al Khudry radhiyallahu ‘anhu. Dishahiihkan oelh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahiih Sunan At Tirmidzi no.2898
[7] Tariikh Al Khulafaa’ hal.34
[8] HR.At Tirmidzi no.3679. Ath Thabarani dalam Al Kabiir no.9, Al Hakim dalam al Mustadrak (II/415), Al Haitsami menyebutkannya dalam Al Majmaa’ (IX/40) dan dia berkata, “Rawi-rawi keduanya tsiqat.” As Suyuthi menyebut dalam Al Jaamiul Kabiir no.438 bahwa Ibnu Katsir menisbatkannya kepada Abu Nu’aim dan dia berkata, Ibnu Katsir berkata, “Sanadnya jayyid.”
[9] HR.Tirmidzi no.3679, kitab Al Maaqib bab Manaaqib Abi Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam ash Shahiihah no.1574
[10] HR.Bukhari & Muslim
[11] HR.Imam Ahmad, At Tirmidzi, Ibnu Majah dan An Nasa’i. Dishahiikan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiihul Jaami no.895
[12] Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dari Ibnu Umar. Dishahiikan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiihul Jaami no.868
[13] HR.Imam Ahmad , At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban. Dishahiikan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiihul Jaami no.2030
[14] HR.At Tirmidzi dan Dishahiikan oleh Syaikh Al Albani Shahiih Sunan at Tirmidzi no.2894
[15] Syaikh Al Albani berkata dalam ash Shahihah no.815, “Sanad ini adalah hasan, rawi-rawinya tsiqah.”
[16] HR. At Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud. Dishahiikan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiihul Jaami no.1144
[17] HR.Abu Dawud, kitab as Sunnah. At Tirmidzi kitab ar Ru’ya. Dishahiikan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiih Sunan Abi Dawud no.3875
[18] HR.At Tirmidzi no.3666 kitab Manaaqib. Syaikh Al Albani berkata dalam ash Shahihah no.824, “Sesungguhnya hadits ini dengan sejumlah jalan periwayatannya adalah shahih tanpa diragukan.”
[19]HR.At Tirmidzi. Dishahiikan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiihul Jaami no.50
[20] HR.Tirmidzi secara mursal, dia berkata, “Hasan shahih.”
[21] HR.Bukhari, Muslim dan at Tirmidzi
[22] HR.Bukhari & Ahmad
[23] HR.Ahmad, Ibnu Majah. Dishahiikan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiihul Jaami no.5808
[24] HR.Bukhari, Abu Dawud dan at Tirmidzi
[25] HR.Tirmidzi dan Ahmad. Dishahiikan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiihul Jaami no.6770
[26] HR.Bukhari dan Muslim
[27] Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari (VII/27) berkata, “Ad Dawudi berkata, “Maknanya, siapa yang akan menjaganya pada saat binatang buas yaitu singa menyerangnya lalu engkau lari meninggalkannya dan ia pun mengambil mangsanya, pada saat itu aku yang akan menggantikannya, tidak ada penggembala baginya selain aku.” Dikatakan, hal itu terjadi pada saat manusia sibuk dengan fitnah-fitnah sehingga domba-domba dibiarkan, akibatnya binatang buas memangsanya dan serigala seolah-olah menjadi penggembala karena ia sendirian.”
[28] HR.Bukhari, Muslim dan At Tirmidzi
[29] HR.Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah.
[30] HR.Bukhari no.3661
[31] HR.Ahmad III/160, Abu Ya’la no.2831, Ibnu Hibban no.1476, dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam as Sililah ash Shahihah no.496
[32] HR.Muslim no.2384 dan At Tirmidzi no.3885
Kisah Para Khalifah
Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq [Bag.02]
Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu Dipanggil Dari Delapan Pintu Surga
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengarRasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
‘Barangsiapa menginfakkan sepasang harta dari segala sesuatu di jalan Allah, dia dipanggil dari pintu-pintu surga, ‘Wahai hamba Allah, ini adalah kebaikan.’ Barangsiapa termasuk orang-orang yang mendirikan shalat, dia dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa termasuk orang-orang yang berjihad, dia dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa termasuk orang-orang yang bersedekah, dia dipanggil dari pintu sedekah. Barangsiapa termasuk orang-orang yang berpuasa, dia dipanggil dari pintu puasa, yaitu pintu Ar Rayyan.’
Maka Abu Bakar berkata, ‘Seseorang dipanggil dari satu pintu dari pintu-pintu tersebut tidaklah masalah (sebab satu pintu aja sudah merupakan kenikmatan), akan tetapi adakah orang yang dipanggil dari semua pintu tersebut, wahai Rasulullah? Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, Ya, dan aku berharap engkaulah seorang diantara mereka, wahai Abu Bakar.’[1]
Dalam riwayat Ibnu Hibban dari Hadits Ibnu Abbas, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Ada, dan engkaulah orang itu wahai Abu Bakar.”
Ibnul Qoyyim berkata tentang pintu-pintu surga dalam bait-bait Nuuniyahnya
Maka seseorang akan dipanggil dari pintu-pintunya
Seluruhnya jika dia memenuhi tuntutan-tuntutan iman
Di antara mereka adalah Abu Bakar ash Shiddiq
Dialah Khalifah Nabi yang diutus dengan Al Qur’an
Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu Dan Kecintaannya Yang Mendalam Kepada Al Habib Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Sungguh, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu telah menyintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan kecintaaan yang meresap ke dalam oraknya, hatinya, dan anggota badannya, sampai-sampai dia berharap bisa mengorbankan dirinya, anaknya, hartanya dan seluruh manusia demi beliau.
‘Aisyah radhiyallahu ‘Anha berkata, “Ketika Sahabat-Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkumpul, pada saat itu jumlah mereka adalah 38 orang. Abu Bakar bersikeras mengusulkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar menampakkan diri dan tidak bersembunyi, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
‘Wahai Abu Bakar! Jumlah kita masih sedikit.’
Abu Bakar terus mengusulkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, agar tidak bersembunyi sampai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabulkan usulnya. Kaum muslimin berpencar di masjid, masing-masing bersama keluarga besarnya. Lalu Abu Bakar berdiri berkhutbah di hadapan orang-orang yang hadir, sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri duduk. Abu Bakar menjadi khatib pertama yang menyeru kepada Allah dan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Maka Kaum Musyrikin menyerbu Abu Bakar dan kaum muslimin, mereka dipukuli disudut-sudut masjid dengan keras, Abu Bakar sendiri diinjak-injak dan dipukuli dengan hebat. ‘Utbah bin Rabi’ah, orang fasik ini, mendekat kepada Abu Bakar lalu memukuli Abu Bakar dengan sepasang sendal yang bersusun dua (maksudnya semacam sendal kulit sekarang yang mempunyai bagian atas yaitu kulit dan bagian bawah yang disol dengan karet). Dia memukul di atas perut Abu Bakar sehingga hidung Abu Bakar tidak bisa dibedakan dengan wajahnya. Mereka mengusir orang-orang Quraisy dari Abu Bakar, Bani Taim membawa Abu Bakar dalam selembar kain dan memasukkannya kepada rumahnya. Mereka tidak ragu lagi Abu Bakar sudah mati. Kemudian Bani Taim kembali ke masjid. Mereka berkata, ‘Demi Allah, kalau sampai Abu Bakar mati maka kami akan membunuh Utbah bin Rabi’ah. Setelah itu mereka menjenguk Abu Bakar. Abu Quhafah dan Bani Taim berupaya mengajak Abu Bakar berbicara sampai dia menjawab. Di sore hari Abu Bakar berbicara. Dia berkata, ‘Bagaimana keadaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?’ Maka Bani Taim mencela dan mencibir Abu Bakar, kemudian mereka berdiri dan berkata kepada ibunya, Ummul Khair, ‘Cobalah memberinya makan atau minum sesuatu.’
Kemudian Ummul Khair hanya berdua dengan Abu Bakar, dia mencoba memberikan sesuatu kepada, namun Abu Bakar selalu menjawab, ‘Bagaimana keadaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam? Maka Ummul Khair menjawab, ‘Aku tidak mengetahui keadaan kawanmu. Abu Bakar berkata, ‘Pergilah kepada Ummu Jamil binti Al Khaththab, bertanyalah kepadanya tentangnya.’ Maka Ummu Khair berangkat menemui Ummu Jamil. Ummul Khair berkata, ‘Sesungguhnya Abu Bakar bertanya kepadamu tentang Muhammad bin Abdillah.’ Ummu Jamil menjawab, ‘Aku tidak kenal Abu Bakar dan tidak pula Muhammad bin Abdillah, tetapi jika engkau ingin aku menemui anakmu, aku bersedia.’ Ummul Khair menjawab, ‘Ya.’ Maka Ummu Jamil berangkat bersamanya. Dia mendapati Abu Bakar dalam keadaan sekarat lagi parah. Ummul Jamil mendekat dan dia berkata dengan suara tinggi, ‘Demi Allah, kaum yang melakukan ini kepadamu adalah kaum fasik lagi kafir. Aku berdoa semoga Allah membalas mereka untukmu.’
Abu Bakar bertanya, ‘Bagaimana keadaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?. Ummu Jamil menjawab, ‘Ada ibumu, dia mendengar pembicaraan kita.’ Abu Bakar berkata, ‘Jangan khawatir kepadanya.’ Ummu Jamil berkata, ‘Beliau selamat, keadaan baik-baik saja.’ Abu Bakar berkata, ‘Dimana?’ Ummu Jamil menjawab, ‘Dirumah Ibnul Arqam.’
Abu Bakar berkata, ‘Demi Allah, aku bersumpah tidak makan atau minum apapun sebelum aku bertemu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.’ Maka Ummul Khair dan Ummu Jamil meminta Abu Bakar agar bersabar sesaat sampai keadaan dan orang-orang kembali tenang. Pada saat itu keduanya memapah Abu Bakar hingga keduanya membawanya masuk kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun menyambutnya dan menciumnya, kaum muslimin juga menyambutnya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat terharu melihat keadaannya, maka Abu Bakar berkata, ‘Aku korbankan ayah dan ibuku, wahai Rasulullah. Aku tidak mengapa, hanya apa yang dilakukan oleh fasik itu terhadap wajahku. Ini adalah ibuku. Dia adalah wanita yang baik kepada anaknya, sedangkan engkau adalah laki-laki penuh kebaikan, maka ajaklah dia kepada Allah, berdo’alah untuknya semoga Allah menyelamatkannya dari Neraka melalui dirimu.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa untuknya dan mengajaknya kepada Allah maka dia masuk Islam.”[2]
Sebuah Sikap Yang Tidak Mampu Dijelaskan Dengan Kata-Kata
Ini adalah lembaran yang bersinar dari kehidupan ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu yang telah memberikan harta dan jiwanya demi membela Allah dan membela Rasul-Nya.
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sungguh aku telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikerumuni oleh orang-orang Quraisy. Sebagian memdorong beliau. Mereka berkata, Engkaulah orang yang menjadikan tuhan-tuhan yang banyak menjadi satu tuhan saja.’” Ali berkata, “Demi Allah, tidak seorang pun dari kami yang berani mendekat selain Abu Bakar. Dia mendorong sebagian dari mereka, menyingkirkan sebagian dari mereka dan memukul sebagian lagi. Dia berkata, ‘Celaka kalian! Apakah kamu akan membunuh seseorang karena dia berkata, ‘Rabbku adalah Allah?’” (QS.Ghaafir:28).’” Kemudian Ali mengangkat jubah yang dipakainya. Dia menangis sampai jenggotnya basah, kemudian berkata, “Aku bertanya kepada kalian dengan nama Allah, apakah seorang laki-laki beriman dari keluarga Fir’aun lebih baik ataukah Abu Bakar yang lebih baik?” Mereka terdiam, maka Ali berkata, “Mengapa kalian tidak menjawabku? Demi Allah, satu saat dari Abu Bakar adalah lebih baik daripada seribu saat dari seorang laki-laki beriman dari keluarga Fir’aun. Laki-laki menyembunyikan imannya, sedangkan Abu Bakar mengumumkan imannya.”[3]
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Pada saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berada di halaman Ka’bah, Uqbah bin Abi Mu’aith datang lalu mencengkram pundak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia mencekik beliau dengan kuat. Maka datanglah Abu Bakar, dia mencengkram pundak Uqbah dan menyingkirkannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dia berkata:
“…Apakah kamu akan membunuh seseorang karena dia berkata, ‘Rabb-ku adalah Allah,’ Padahal sungguh dia telah datang kepadamu dengan bukti-bukti yang nyata dari Rabb kalian?…(QS.Ghaafir:28).’” [4]
Foot Note:
[1] HR.Bukhari no.3666 dan Muslim no.1027
[2] Al Bidayah wan Nihayah III/29-30, rawi-rawi sanadnya tsiqat. Al Haitsami dalam Al Majma’ IX/46-47 berkata, “Diriwayatkan oleh Al Bazzar. Rawi-rawinya adalah rawi-rawi ash-Shahiih selain Isma’il bin Abi Al Harits, dia perawi yang tsiqah.
[3] Tariikh Al Khulafaa’ hal.37
[4] HR.Bukhari dalam kitab Maaqibul Ansaar no.3856
Kisah Para Khalifah
Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq [Bag.03]
Tidak Pantas Bagiku Membuka Rahasia Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Umar bin Al Khaththab berkata ketika Hafshah binti Umar radhiyallahu ‘anha menjanda karena ditinggal suaminya, Khunais bin Hudzafah as Sahmi – salah seorang Shahabat Nabi yang wafat di Madinah-. Umar berkata, ‘Aku datang kepada Utsman bin Affan. Aku menawarkan kepadanya untuk menikahi Hafshah lalu dia menjawab, ‘Aku akan pikirkan.’ Beberapa malam setelah itu Utsman menemuiku, lalu dia berkata, ‘Saat ini aku belum berniat untuk menikah.’
Umar berkata, ‘Selanjutnya aku bertemu Abu Bakar ash Shiddiq, lalu aku berkata kepadanya, ‘Jika engkau berkenan, aku akan menikahkanmu dengan Hafshah binti Umar.’ Namun Abu Bakar diam, dia tidak menjawab apapun. Diamnya Abu Bakar ini lebih menyakitkan hatiku daripada jawaban Utsman[1]. Beberapa malam kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang melamarnya dan aku menikahkannya dengan beliau. Maka Abu Bakar menemuiku, lalu berkata, ‘Mungkin engkau jengkel kepadaku ketika engkau memintaku menikahi Hafshah, tetapi aku tidak menjawab apapun? Aku menjawab, ‘Benar.’ Abu Bakar berkata, ‘Yang menghalangiku untuk memberikan jawaban kepadamu atas permintaanmu itu adalah karena aku mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebut-nyebut nama Hafshah. Tidak pantas bagiku membuka rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seandainya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkenan, niscaya aku menerima tawaranmu.’”[2]
Infak Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu Di Jalan Allah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak seorang pun yang lebih besar jasanya kepadaku daripada Abu Bakar. Dia telah membantuku dengan jiwa dan hartanya. Dia juga menikahkanku dengan putrinya.”[3]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak seorang pun yang mempunyai jasa baik kepada kami melainkan kami telah membalasnya kecuali Abu Bakar, sesungguhnya dia mempunyai jasa mulia, Allah yang akan membalasnya di hari Kiamat. Aku tidak mengambil manfaat dari harta seseorang seperti aku mengambil manfaat dari harta Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengangkat seorang khalil (kekasih) niscaya aku menjadikan Abu Bakar sebagai khalil. Dan sesungguhnya shahabat kalian ini adalah khaliilullaah (kekasih Allah).”[4]
Dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya, ia berkata, “Abu Bakar masuk Islam, sedangkan dia mempunyai 40.000. Dia menginfakkannya di jalan Allah, memerdekakan tujuh orang hamba sahaya yang disiksa karena Allah, memerdekakan Bilal, Amir bin Fuhairah, Zunairah, An Nahdiyah dan anak perempuannya, hamba sahaya Bani Muammal dan Ummu Ubais.”[5]
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu telah berinfak 40.000 kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[6]
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan akan dijauhkan darinya (Neraka) orang yang paling takwa, yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (dirinya). Dan tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat padanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari wajah Rabbnya yang Mahatinggi. Dan niscaya kelak dia akan mendapatkan kesenangan (yang sempurna).”[QS.Al Lail:17-21]
Imam Al Qurthubi rahimahullah berkata, “Pendapat mayoritas ahli tafsir menyatakan bahwa surat ini turun mengenai Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.” Adakah keutamaan yang lebih agung daripada keutamaan ini? Adakah gelar yang lebih berharga daripada gelar ini?
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Orang-orang musyrikin menyiksa Bilal, sedangkan Bilal mengucapkan, ‘Ahad, Ahad.’ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati Bilal, lalu beliau bersabda, ‘Ahad –yakni Allah Ta’ala- akan menyelamatkanmu.’ Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Abu Bakar:
‘Wahai Abu Bakar! Sesungguhnya Bilal sedang disiksa karena Allah.’
Abu Bakar memahami maksud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian dia pulang dan mengambil satu ritl emas, lalu pergi menemui Umayyah bin Khalaf, majikan Bilal. Dia berkata kepada Umayyah, ‘Apakah engkau menjual Bilal kepadaku?’ Dia menjawab,’Ya’. Maka Abu Bakar membelinya dan memerdekakannya. Orang-orang musyrikin berkata, ‘Abu Bakar tidak memerdekakannya kecuali karena jasa Bilal atasnya. Maka turunlah Ayat:
“Dan tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat padanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari wajah Rabb-nya yang Maha Tinggi. Dan niscaya kelak dia akan mendapat kesenangan (yang sempurna).” [QS.Al Lail:19-21]
Maksudnya , Allah akan memberinya di Surga apa yang membuatnya rela.” [7]
Umar berkata, “Abu Bakar adalah sayyid kami. Dia telah memerdekakan sayyid kami.” Maksudnya adalah Bilal.[8]
Dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami bersedekah. Ketika itu aku sedang mempunyai harta, maka aku berkata, ‘Hari ini aku akan mendahuluinya- Maka aku datang membawa setengah dari hartaku. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku, ‘Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?’ Aku menjawab, ‘Sepertinya (jumlah yang sama)’” Umar berkata, “Ternyata Abu Bakar datang membawa seluruh hartanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, ‘Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu.’ Abu Bakar menjawab, ‘Aku menyisakan untuk mereka Allah dna Rasul-Nya.’ “Umar berkata, “Aku tidak akan bisa mengalahkanmu dalam segala hal selamanya.”[9]
Al Habib Shallallahu ‘Alaihi wa Sallah Menafikan Kesombongan Dari Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu.
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Barangsiapa menjulurkan pakaiannya karena sombong, niscaya Allah tidak akan melihat kepadanya kelak pada hari Kiamat.’
Maka Abu Bakar berkata, ‘Wahai Rasulullah, satu sisi pakaianku menjulur kecuali jika aku memperhatikannya [menjaganya tetap seimbang dan tidak miring, maka tidak sampai isbal].”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya engkau tidak melakukan itu karena kesombongan.”[10]
Foot Note:
[1] Al Hafizh rahimahullah berkata dalam Al Fath IX/211, ‘Yakni, aku lebih marah kepada Abu Bakar daripada kemarahku kepada Utsman,hal itu karena dua hal: Pertama, di antara keduanya terdapat hubungan kasih sayang yang sangat erat karena Nabi telah mempersaudarakan keduanya. Kedua, karena Utsman telah memberikan jawaban sebelum akhirnya memberi keputusan untuk tidak menikah. Lain halnya dengan Abu Bakar, dia hanya diam tanpa menjawab. Dalam riwayat Ibnu Sa’ad disebutkan, ‘Maka Umar marah kepada Abu Bakar.’ Di dalamnya Umar berkata, ‘Aku lebih marah kepadanya ketika dia diam daripada kepada Utsman.”
[2] HR Bukhari no.5122, HR.Ahmad dalam Al Musnad I/2
[3] HR.Ath Thabarani dalam AL Kabiir dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahiihul Jaami’ no.5517
[4] HR.Tirmidzi no.3662, Muslim no.2383. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiihul Jaami’ no.5661
[5] Usudul Ghaabah III/325. Al Haitsami rahimahullah berkata dalam AL Majma’, “Diriwayatkan oleh ath Thabarani. Para perawinya yang sampai kepada Urwah adalah perawi yang ash Shahiih.”
[6] HR.Ibnu Hibban no.2167 dan dishahihkah oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam as Silsilah ash Shahiihah no.487
[7] Al Jaami’ li Ahkaamil Qur’aan karya Al Qurthubi XX/78-80
[8] HR.Bukhari no.3754
[9] HR.Abu Dawud no.1678, HR.Tirmidzi no.3675. At Tirmidzi berkata, “Ini adalah hadits hasan shahih.” Dihasankan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Misykaatul Mashaabiih no.6021
[10] HR.Bukhari no.3665, Abu Dawud no.4085 dan Ahmad II/104
Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq [Bag.02]
Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu Dipanggil Dari Delapan Pintu Surga
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengarRasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
‘Barangsiapa menginfakkan sepasang harta dari segala sesuatu di jalan Allah, dia dipanggil dari pintu-pintu surga, ‘Wahai hamba Allah, ini adalah kebaikan.’ Barangsiapa termasuk orang-orang yang mendirikan shalat, dia dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa termasuk orang-orang yang berjihad, dia dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa termasuk orang-orang yang bersedekah, dia dipanggil dari pintu sedekah. Barangsiapa termasuk orang-orang yang berpuasa, dia dipanggil dari pintu puasa, yaitu pintu Ar Rayyan.’
Maka Abu Bakar berkata, ‘Seseorang dipanggil dari satu pintu dari pintu-pintu tersebut tidaklah masalah (sebab satu pintu aja sudah merupakan kenikmatan), akan tetapi adakah orang yang dipanggil dari semua pintu tersebut, wahai Rasulullah? Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, Ya, dan aku berharap engkaulah seorang diantara mereka, wahai Abu Bakar.’[1]
Dalam riwayat Ibnu Hibban dari Hadits Ibnu Abbas, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Ada, dan engkaulah orang itu wahai Abu Bakar.”
Ibnul Qoyyim berkata tentang pintu-pintu surga dalam bait-bait Nuuniyahnya
Maka seseorang akan dipanggil dari pintu-pintunya
Seluruhnya jika dia memenuhi tuntutan-tuntutan iman
Di antara mereka adalah Abu Bakar ash Shiddiq
Dialah Khalifah Nabi yang diutus dengan Al Qur’an
Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu Dan Kecintaannya Yang Mendalam Kepada Al Habib Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Sungguh, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu telah menyintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan kecintaaan yang meresap ke dalam oraknya, hatinya, dan anggota badannya, sampai-sampai dia berharap bisa mengorbankan dirinya, anaknya, hartanya dan seluruh manusia demi beliau.
‘Aisyah radhiyallahu ‘Anha berkata, “Ketika Sahabat-Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkumpul, pada saat itu jumlah mereka adalah 38 orang. Abu Bakar bersikeras mengusulkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar menampakkan diri dan tidak bersembunyi, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
‘Wahai Abu Bakar! Jumlah kita masih sedikit.’
Abu Bakar terus mengusulkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, agar tidak bersembunyi sampai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabulkan usulnya. Kaum muslimin berpencar di masjid, masing-masing bersama keluarga besarnya. Lalu Abu Bakar berdiri berkhutbah di hadapan orang-orang yang hadir, sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri duduk. Abu Bakar menjadi khatib pertama yang menyeru kepada Allah dan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Maka Kaum Musyrikin menyerbu Abu Bakar dan kaum muslimin, mereka dipukuli disudut-sudut masjid dengan keras, Abu Bakar sendiri diinjak-injak dan dipukuli dengan hebat. ‘Utbah bin Rabi’ah, orang fasik ini, mendekat kepada Abu Bakar lalu memukuli Abu Bakar dengan sepasang sendal yang bersusun dua (maksudnya semacam sendal kulit sekarang yang mempunyai bagian atas yaitu kulit dan bagian bawah yang disol dengan karet). Dia memukul di atas perut Abu Bakar sehingga hidung Abu Bakar tidak bisa dibedakan dengan wajahnya. Mereka mengusir orang-orang Quraisy dari Abu Bakar, Bani Taim membawa Abu Bakar dalam selembar kain dan memasukkannya kepada rumahnya. Mereka tidak ragu lagi Abu Bakar sudah mati. Kemudian Bani Taim kembali ke masjid. Mereka berkata, ‘Demi Allah, kalau sampai Abu Bakar mati maka kami akan membunuh Utbah bin Rabi’ah. Setelah itu mereka menjenguk Abu Bakar. Abu Quhafah dan Bani Taim berupaya mengajak Abu Bakar berbicara sampai dia menjawab. Di sore hari Abu Bakar berbicara. Dia berkata, ‘Bagaimana keadaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?’ Maka Bani Taim mencela dan mencibir Abu Bakar, kemudian mereka berdiri dan berkata kepada ibunya, Ummul Khair, ‘Cobalah memberinya makan atau minum sesuatu.’
Kemudian Ummul Khair hanya berdua dengan Abu Bakar, dia mencoba memberikan sesuatu kepada, namun Abu Bakar selalu menjawab, ‘Bagaimana keadaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam? Maka Ummul Khair menjawab, ‘Aku tidak mengetahui keadaan kawanmu. Abu Bakar berkata, ‘Pergilah kepada Ummu Jamil binti Al Khaththab, bertanyalah kepadanya tentangnya.’ Maka Ummu Khair berangkat menemui Ummu Jamil. Ummul Khair berkata, ‘Sesungguhnya Abu Bakar bertanya kepadamu tentang Muhammad bin Abdillah.’ Ummu Jamil menjawab, ‘Aku tidak kenal Abu Bakar dan tidak pula Muhammad bin Abdillah, tetapi jika engkau ingin aku menemui anakmu, aku bersedia.’ Ummul Khair menjawab, ‘Ya.’ Maka Ummu Jamil berangkat bersamanya. Dia mendapati Abu Bakar dalam keadaan sekarat lagi parah. Ummul Jamil mendekat dan dia berkata dengan suara tinggi, ‘Demi Allah, kaum yang melakukan ini kepadamu adalah kaum fasik lagi kafir. Aku berdoa semoga Allah membalas mereka untukmu.’
Abu Bakar bertanya, ‘Bagaimana keadaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?. Ummu Jamil menjawab, ‘Ada ibumu, dia mendengar pembicaraan kita.’ Abu Bakar berkata, ‘Jangan khawatir kepadanya.’ Ummu Jamil berkata, ‘Beliau selamat, keadaan baik-baik saja.’ Abu Bakar berkata, ‘Dimana?’ Ummu Jamil menjawab, ‘Dirumah Ibnul Arqam.’
Abu Bakar berkata, ‘Demi Allah, aku bersumpah tidak makan atau minum apapun sebelum aku bertemu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.’ Maka Ummul Khair dan Ummu Jamil meminta Abu Bakar agar bersabar sesaat sampai keadaan dan orang-orang kembali tenang. Pada saat itu keduanya memapah Abu Bakar hingga keduanya membawanya masuk kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun menyambutnya dan menciumnya, kaum muslimin juga menyambutnya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat terharu melihat keadaannya, maka Abu Bakar berkata, ‘Aku korbankan ayah dan ibuku, wahai Rasulullah. Aku tidak mengapa, hanya apa yang dilakukan oleh fasik itu terhadap wajahku. Ini adalah ibuku. Dia adalah wanita yang baik kepada anaknya, sedangkan engkau adalah laki-laki penuh kebaikan, maka ajaklah dia kepada Allah, berdo’alah untuknya semoga Allah menyelamatkannya dari Neraka melalui dirimu.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa untuknya dan mengajaknya kepada Allah maka dia masuk Islam.”[2]
Sebuah Sikap Yang Tidak Mampu Dijelaskan Dengan Kata-Kata
Ini adalah lembaran yang bersinar dari kehidupan ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu yang telah memberikan harta dan jiwanya demi membela Allah dan membela Rasul-Nya.
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sungguh aku telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikerumuni oleh orang-orang Quraisy. Sebagian memdorong beliau. Mereka berkata, Engkaulah orang yang menjadikan tuhan-tuhan yang banyak menjadi satu tuhan saja.’” Ali berkata, “Demi Allah, tidak seorang pun dari kami yang berani mendekat selain Abu Bakar. Dia mendorong sebagian dari mereka, menyingkirkan sebagian dari mereka dan memukul sebagian lagi. Dia berkata, ‘Celaka kalian! Apakah kamu akan membunuh seseorang karena dia berkata, ‘Rabbku adalah Allah?’” (QS.Ghaafir:28).’” Kemudian Ali mengangkat jubah yang dipakainya. Dia menangis sampai jenggotnya basah, kemudian berkata, “Aku bertanya kepada kalian dengan nama Allah, apakah seorang laki-laki beriman dari keluarga Fir’aun lebih baik ataukah Abu Bakar yang lebih baik?” Mereka terdiam, maka Ali berkata, “Mengapa kalian tidak menjawabku? Demi Allah, satu saat dari Abu Bakar adalah lebih baik daripada seribu saat dari seorang laki-laki beriman dari keluarga Fir’aun. Laki-laki menyembunyikan imannya, sedangkan Abu Bakar mengumumkan imannya.”[3]
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Pada saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berada di halaman Ka’bah, Uqbah bin Abi Mu’aith datang lalu mencengkram pundak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia mencekik beliau dengan kuat. Maka datanglah Abu Bakar, dia mencengkram pundak Uqbah dan menyingkirkannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dia berkata:
“…Apakah kamu akan membunuh seseorang karena dia berkata, ‘Rabb-ku adalah Allah,’ Padahal sungguh dia telah datang kepadamu dengan bukti-bukti yang nyata dari Rabb kalian?…(QS.Ghaafir:28).’” [4]
Foot Note:
[1] HR.Bukhari no.3666 dan Muslim no.1027
[2] Al Bidayah wan Nihayah III/29-30, rawi-rawi sanadnya tsiqat. Al Haitsami dalam Al Majma’ IX/46-47 berkata, “Diriwayatkan oleh Al Bazzar. Rawi-rawinya adalah rawi-rawi ash-Shahiih selain Isma’il bin Abi Al Harits, dia perawi yang tsiqah.
[3] Tariikh Al Khulafaa’ hal.37
[4] HR.Bukhari dalam kitab Maaqibul Ansaar no.3856
Kisah Para Khalifah
Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq [Bag.03]
Tidak Pantas Bagiku Membuka Rahasia Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Umar bin Al Khaththab berkata ketika Hafshah binti Umar radhiyallahu ‘anha menjanda karena ditinggal suaminya, Khunais bin Hudzafah as Sahmi – salah seorang Shahabat Nabi yang wafat di Madinah-. Umar berkata, ‘Aku datang kepada Utsman bin Affan. Aku menawarkan kepadanya untuk menikahi Hafshah lalu dia menjawab, ‘Aku akan pikirkan.’ Beberapa malam setelah itu Utsman menemuiku, lalu dia berkata, ‘Saat ini aku belum berniat untuk menikah.’
Umar berkata, ‘Selanjutnya aku bertemu Abu Bakar ash Shiddiq, lalu aku berkata kepadanya, ‘Jika engkau berkenan, aku akan menikahkanmu dengan Hafshah binti Umar.’ Namun Abu Bakar diam, dia tidak menjawab apapun. Diamnya Abu Bakar ini lebih menyakitkan hatiku daripada jawaban Utsman[1]. Beberapa malam kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang melamarnya dan aku menikahkannya dengan beliau. Maka Abu Bakar menemuiku, lalu berkata, ‘Mungkin engkau jengkel kepadaku ketika engkau memintaku menikahi Hafshah, tetapi aku tidak menjawab apapun? Aku menjawab, ‘Benar.’ Abu Bakar berkata, ‘Yang menghalangiku untuk memberikan jawaban kepadamu atas permintaanmu itu adalah karena aku mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebut-nyebut nama Hafshah. Tidak pantas bagiku membuka rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seandainya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkenan, niscaya aku menerima tawaranmu.’”[2]
Infak Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu Di Jalan Allah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak seorang pun yang lebih besar jasanya kepadaku daripada Abu Bakar. Dia telah membantuku dengan jiwa dan hartanya. Dia juga menikahkanku dengan putrinya.”[3]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak seorang pun yang mempunyai jasa baik kepada kami melainkan kami telah membalasnya kecuali Abu Bakar, sesungguhnya dia mempunyai jasa mulia, Allah yang akan membalasnya di hari Kiamat. Aku tidak mengambil manfaat dari harta seseorang seperti aku mengambil manfaat dari harta Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengangkat seorang khalil (kekasih) niscaya aku menjadikan Abu Bakar sebagai khalil. Dan sesungguhnya shahabat kalian ini adalah khaliilullaah (kekasih Allah).”[4]
Dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya, ia berkata, “Abu Bakar masuk Islam, sedangkan dia mempunyai 40.000. Dia menginfakkannya di jalan Allah, memerdekakan tujuh orang hamba sahaya yang disiksa karena Allah, memerdekakan Bilal, Amir bin Fuhairah, Zunairah, An Nahdiyah dan anak perempuannya, hamba sahaya Bani Muammal dan Ummu Ubais.”[5]
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu telah berinfak 40.000 kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[6]
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan akan dijauhkan darinya (Neraka) orang yang paling takwa, yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (dirinya). Dan tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat padanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari wajah Rabbnya yang Mahatinggi. Dan niscaya kelak dia akan mendapatkan kesenangan (yang sempurna).”[QS.Al Lail:17-21]
Imam Al Qurthubi rahimahullah berkata, “Pendapat mayoritas ahli tafsir menyatakan bahwa surat ini turun mengenai Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.” Adakah keutamaan yang lebih agung daripada keutamaan ini? Adakah gelar yang lebih berharga daripada gelar ini?
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Orang-orang musyrikin menyiksa Bilal, sedangkan Bilal mengucapkan, ‘Ahad, Ahad.’ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati Bilal, lalu beliau bersabda, ‘Ahad –yakni Allah Ta’ala- akan menyelamatkanmu.’ Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Abu Bakar:
‘Wahai Abu Bakar! Sesungguhnya Bilal sedang disiksa karena Allah.’
Abu Bakar memahami maksud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian dia pulang dan mengambil satu ritl emas, lalu pergi menemui Umayyah bin Khalaf, majikan Bilal. Dia berkata kepada Umayyah, ‘Apakah engkau menjual Bilal kepadaku?’ Dia menjawab,’Ya’. Maka Abu Bakar membelinya dan memerdekakannya. Orang-orang musyrikin berkata, ‘Abu Bakar tidak memerdekakannya kecuali karena jasa Bilal atasnya. Maka turunlah Ayat:
“Dan tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat padanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari wajah Rabb-nya yang Maha Tinggi. Dan niscaya kelak dia akan mendapat kesenangan (yang sempurna).” [QS.Al Lail:19-21]
Maksudnya , Allah akan memberinya di Surga apa yang membuatnya rela.” [7]
Umar berkata, “Abu Bakar adalah sayyid kami. Dia telah memerdekakan sayyid kami.” Maksudnya adalah Bilal.[8]
Dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami bersedekah. Ketika itu aku sedang mempunyai harta, maka aku berkata, ‘Hari ini aku akan mendahuluinya- Maka aku datang membawa setengah dari hartaku. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku, ‘Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?’ Aku menjawab, ‘Sepertinya (jumlah yang sama)’” Umar berkata, “Ternyata Abu Bakar datang membawa seluruh hartanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, ‘Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu.’ Abu Bakar menjawab, ‘Aku menyisakan untuk mereka Allah dna Rasul-Nya.’ “Umar berkata, “Aku tidak akan bisa mengalahkanmu dalam segala hal selamanya.”[9]
Al Habib Shallallahu ‘Alaihi wa Sallah Menafikan Kesombongan Dari Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu.
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Barangsiapa menjulurkan pakaiannya karena sombong, niscaya Allah tidak akan melihat kepadanya kelak pada hari Kiamat.’
Maka Abu Bakar berkata, ‘Wahai Rasulullah, satu sisi pakaianku menjulur kecuali jika aku memperhatikannya [menjaganya tetap seimbang dan tidak miring, maka tidak sampai isbal].”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya engkau tidak melakukan itu karena kesombongan.”[10]
Foot Note:
[1] Al Hafizh rahimahullah berkata dalam Al Fath IX/211, ‘Yakni, aku lebih marah kepada Abu Bakar daripada kemarahku kepada Utsman,hal itu karena dua hal: Pertama, di antara keduanya terdapat hubungan kasih sayang yang sangat erat karena Nabi telah mempersaudarakan keduanya. Kedua, karena Utsman telah memberikan jawaban sebelum akhirnya memberi keputusan untuk tidak menikah. Lain halnya dengan Abu Bakar, dia hanya diam tanpa menjawab. Dalam riwayat Ibnu Sa’ad disebutkan, ‘Maka Umar marah kepada Abu Bakar.’ Di dalamnya Umar berkata, ‘Aku lebih marah kepadanya ketika dia diam daripada kepada Utsman.”
[2] HR Bukhari no.5122, HR.Ahmad dalam Al Musnad I/2
[3] HR.Ath Thabarani dalam AL Kabiir dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahiihul Jaami’ no.5517
[4] HR.Tirmidzi no.3662, Muslim no.2383. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiihul Jaami’ no.5661
[5] Usudul Ghaabah III/325. Al Haitsami rahimahullah berkata dalam AL Majma’, “Diriwayatkan oleh ath Thabarani. Para perawinya yang sampai kepada Urwah adalah perawi yang ash Shahiih.”
[6] HR.Ibnu Hibban no.2167 dan dishahihkah oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam as Silsilah ash Shahiihah no.487
[7] Al Jaami’ li Ahkaamil Qur’aan karya Al Qurthubi XX/78-80
[8] HR.Bukhari no.3754
[9] HR.Abu Dawud no.1678, HR.Tirmidzi no.3675. At Tirmidzi berkata, “Ini adalah hadits hasan shahih.” Dihasankan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Misykaatul Mashaabiih no.6021
[10] HR.Bukhari no.3665, Abu Dawud no.4085 dan Ahmad II/104
Post a Comment